Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Muslim Cyber Army'", Hoaks atau Nyata?

7 Maret 2018   01:52 Diperbarui: 7 Maret 2018   02:43 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: bbc.com

ILC malam ini saya tonton lagi, karena memang berkaitan dengan berita beberapa hari ini yang memberitakan tertangkapnya akun yang berhubungan dengan MCA - Muslim Cyber Army, yaitu The Family Muslim Cyber Army. Setidaknya nama akun itulah yang berhasil di tangkap beserta orang-orang yang menjalankannya.

Polisi menangkap lima anggota grup WhatsApp "The Family MCA". Kelima tersangka yang ditangkap adalah Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizki Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang, dan Romi Chelsea di Palu.

Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan pencemaran nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu. Tak hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus pada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.

Kalau memang demikian adanya, maka konten-konten yang disebarkan memang mengancam nilai-nilai kesatuan bangsa. Saya jadi ingat dan sempat menerima berita yang diviralkan melalui whatsapp tentang kebangkitan PKI dan penculikan ulama.

Terlepas dari akun yang sudah ditangkap oleh polisi tersebut,  di dalam ILC malam tadi bagi saya terlihat mempermasalahkan tentang nama MCA itu sendiri. Dan sangat mungkin sekali mereka yang belum tertangkap namun tergabung dalam The Family Muslim Cyber Army langsung menyebarkan berita 'hoax' bahwa tindakan polisi dan pemerintah ini adalah upaya 'kriminalisasi agama' atau ketidaksukaan pemerintah terhadap Islam.

Mungkin bagi yang menerima mentah-mentah berita viral baik dari facebook maupun whatsapp tentu akan percaya karena konten-konten yang disebarkan disertai bukti-bukti meyakinkan seperti foto, peristiwa maupun ucapan tokoh yang mungkin saja sudah diedit sedemikian rupa.

Bagi mereka yang berbicara tentang MCA sebagai sebuah gerakan yang baik dan merupakan syiar agama, tentu tidak setuju dengan berita polisi yang telah menangkap akun The Family Muslim Cyber Army, yang dianggap terkait dengan MCA (muslim cyber army). Bahkan terlihat seolah-olah 'marah' bahwa dengan ini telah mencoreng nama muslim sebagai penyebar hoax.

Untuk MCA yang disebutkan definisinya sebagai sebuah gerakan syiar agama Islam lewat media sosial dan siapapun yang melakukan syiar tersebut maka disebut sebagai Muslim Cyber Army, saya setuju. Dan siapaun dapat menjadi MCA sesuai definisi tersebut.

Namun tentu saja definisi yang dibiarkan terbuka lebar ini, bahkan terkesan ambigu inilah yang membuka peluang-peluang untuk ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh. Polisi sekali lagi sudah menangkap dengan bukti dan pelakunya sudah mengaku sebagai The Family Muslim Cyber Army, apalagi yang mau dibantah? Atau malah apakah akan menuduh polisi yang melakukan kriminalisasi agama?

Seperti dalam acara-acara ILC biasanya, bahwa di ujung acarapun tidak menyepakasi sebuah kesimpulan. Dalam kasus MCA ini juga demikian. Mana MCA yang asli dan mana MCA yang palsu juga tidak disepakati. Atau bagaimana melindungi gerakan MCA yang asli apabila memang digunakan sebagai media dakwah dan syiar kebaikan?

Sebenarnya tidak sulit untuk mengorganisir (kalau memang mau) bahwa MCA yang asli harus jelas orang yang terlibat dengan identitasnya. Berita yang akan diposting harus terverifikasi dengan kode yang nantinya dapat digunakan sebagai validasi apakah berita tersebut berasal dari MCA atau bukan.

Seperti akun kompasiana, di mana para bloger yang terlibat diwajibkan mengirimkan scan KTP sehingga berita-berita yang diunggah dapat dengan mudah diverifikasi kebenarannya. Artinya, setidaknya ada Halaman facebook khusus untuk akun MCA yang merupakan sumber otentik dari berita yang disebutkan sebagai syiar agama tersebut. Dengan ini MCA tidak dibiarkan liar dan terbuka sehingga menjadi ambigu dalam definisi yang sangat rentan disalah gunakan.

Sulit? Tentu saja tidak. Kalau menurut salah satu pembicara ILC yang menjelaskan bahwa MCA lahir setelah ada kasus penistaan agama dan untuk memobilisasi masa dalam gerakan 212 lewat media sosial, maka orang-orangnya jelas, dan mereka dapat memulai  untuk membuat satu sentral pintu informasi yang nantinya dari sana, baru dapat diviralkan seluas-luasnya dari akun masing-masing  yang berpartisipasi sebagai anggota MCA.

Dengan demikian berita yang viral dapat ditelusuri asalnya, apakah berasal dari page resmi MCA atau bukan. Sehingga ketika ada page lain seperti The Family Muslim Cyber Army, maka jelas itu bukanlah page resmi dari MCA.

Hal ini tentu saja kembali kepada niat. Apakah kita semua mempunyai niat yang sama untuk bersatu dan mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia? Atau masih ada keinginan untuk memelihara sebuah celah perpecahan untuk kepentingan golongan?

Kita semua yang belajar management tentu tidak asing dengan istilah management konflik. Dan dalam hal ini, saya sendiri berharap bahwa MCA bukan bagian yang dilahirkan sebagai bentuk management konflik tersebut. Untuk itu mari dibuktikan dengan memvalidasi dan memverifikasi akun-akun yang ada sehingga menjadi page resmi yang mempunyai data nyata sebagai akun media sosial yang bukan abal-abal.

Salam

Agung Webe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun