Hujan kemana kau pergi
Angin kau ajak kemana hujan sore ini..
Tapi kenapa mentari kau selimuti Mendung yang berat..
Penuh dengan gumpalan air
Yang siap di peras...
Menghalangi indahnya senja yang risau..
Tak menampakkan diri..
Kembali ku bertanya pada alam...
Mendung tak hujan
hatinya risau tak menentu,
Berjalan tanpa alas kaki
Krikil jalanan semakin menghakimi,
Kau uji dirimu...
Biarkan itu terjadi..
Biarkan tantangan itu berlanjut tuk ketahan diri..
Tak apa,
masih bisa ku tahan sesuap nasi untuk anak istri ku
Gemetar tubuhnya,
semakin rapuh tulangnya membawa botol"bekas yang begitu berarti baginya
Titik demi titik dia hampiri..
Masuk karung demi karung.. Di becak tuanya..
Di saat penumpangnya.
Bukan manusia lagi...
Di tengah pandemi.. Ini..
Misir teriris memeras hati nurani ini..
Bukan tetes demi tetes hujan lagi..
Bukan ribuan tetesan keringat lagi..
Hanya untuk sesuap nasi keluarganya..
Itu cintanya..
Cinta Mu terpancar padanya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H