Mendung pekat menggantung.. Kota ini..
Hujan turun derasnya..
Hati yang sedingin salju..
Membeku tuk menghangatkan diri..
Sambil ku kayuh..
Ko balik cover jokku ..
Penuh air hujan..
Memendamnya diantara spon dan jel..
Yang empuk...
Saat ku balik.. Ku duduki
Ku kayuh... Ke kios sahabatku...
Sampai..
Masuk sambil ku ambil sepeser uang token listrik kemaren..
Sambil ku keluarkan sepotong roti penggal perut yang kosong..
Saat cover jokku masih di situ...
Saat ku tenang ku sapa hangat...
Ketika.. kupamit hujan pun reda..
Tapi... Api dalam dadaku memuncak...
Saat cover jok tak ada..
Tak ada yang mengaku...
Dengan seribu dalih...
sambil ku bersabar
sampai habis di ujung batasnya...
tak tahan ku melupakannya..
saat ku coba jalan kembali...
saat ku koreksi diri....
saat ku bersabar dalam hati...
Ku coba padamkan..
Ku coba jalin kembali ikatan ini..
Ku lapangkan dada ini...
Meski mendung di hati tak bersahabat
Hujan yang deras kembali tak bisa kurasakan
Dinginnya... Hanya satu ketenangan hati..
Ku bangun kembali...
Di dasar yang rapuh...
Didasar yang tak kokoh lagi..
Bapa.. Kuatkanlah hatiku
Agar persahabatan ini tak hancur begitu saja...
Tak roboh di telan kebohongan diri..
Yang menjadi duri bagi dirinya..
Agar aku bisa belajar untuk memaafkan
Agar aku bisa belajar untuk mengampuni..
Memadamkannya api ini dengan air hujan belaskasihMu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H