Menatap tajam.. Seorang anak difabel..
Sendu.. Melihat kerasnya kota ini..
Sekeras aspal ditanah selalu terkikis oleh waktu..
Tergilas oleh roda-roda zaman yang lepas dari zona nyaman..
Demi sesuap nasi..
Demi bahtera yang kecil..
Demi cucuran keringat dan air mata..
Pergulatan yang tak henti-hentinya..
Menghancurkan kemalasan..
Demi keturunan nya..
Yang tersingkir oleh status sosial yang mapan..
Bergulat dengan waktu sampai.. Ajal menjemput rezeki..
Segera termakan usia.. Bersama keluhnya..
Satu persatu di lahan yang bukan miliknya..
Selembar demi selembar penukar barang terkumpul..
Yang habis untuk hari itu juga...
Yang ku kira laki-laki di tengah teriknya siang bersama puluhan sepeda motor yang di titipkan..
Tanggungjawab besar... Penghasilan pas-pasan.
Keluh mengucur dia tak mengeluh..
Belajar dari tukang parkir cantik..
Mengepal kerasnya kota ini..
Menghidupi seorang anak difabel..
Melawan kemiskinan dengan kesederhanaan.. Diri
Dalam bahtera yang retak..
Tak tahu siapa bapaknya..
Sejenak kucucurkan air mata...
Kepedihan ..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H