Sebelum kau merekah.. Mentari ku
3 pengayuh becak motor..
Menunggu rindu para penumpangnya..
Sabar menanti di barat tugu Kartonyono..
Tak mengenal usiamu..
Kau tetap tangguh mengayuh..
Demi sesuap nasi...
Dari jasamu..
Dinginnya pagi tak kau pedulikan...
Demi keluarga yang menunggumu di rumah..
Juga cucu yang kau cintai..
Dengan keramahan mu..
Ngangeni hati yang saat ini..
Ku tunggu.. Di pangkalan depan Ros-In..
Senyummu yang lebar saat satu persatu bus..
Mengangkut harapanmu dengan sepeser uang kertas..
Dari para penumpangnya..
Entah seberat apapun yang di bawa..
Dengan tarif yang biasa..
Sebelum mentari merekah
Pagi kemanakah engkau..
3 pengayuh bentor...
Ngangeni hati...
Yang berdiri tegak meski rambutmu tak mengitam lagi..
Sekarang mentari sudah tinggi merekah..
Panasnya memberikan jiwa tak patah ara..
Menunggu satu penumpang yang tersisa..
Sementara rekanmu mbah sudah..
Pergi tak sabar tuk bertekun sepertimu...
Sesekali kau trima.. Tumpukan kardus bekas..
Untuk sesuap nasi pagi.. Ini..
Meski keluh telah berkejar-kejaran dengan waktu dan bus kota..
Kosong pelanggannya.. Di era pandemi ini..
Tapi kegigihanmu.. Mengalahkan mentari yang terbit pagi..
Dan pengamen yang menunggu bus yang datang..
Bersama sambilan mu membersihkan sampah kota ini.
Yang semakin Ngangeni ati..
Di kota Ngawi yang Ramah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H