Minggu berganti minggu..
Sayang pengorbananmu berakhir..
Dengan bangkai mu yang terbakar hangus..
Karena olah manusia yang tak bertanggungjawab..
Dalam hati sang elang..
"Kemana hati nuranimu manusia yang berkuasa..
Harusnya melindungi kami.. "
Kenapa kau terlambat?, setelah si ayam hutan menjadi ayam panggang.. Tak berbumbu..
Gosong..
Tuk selamatkan telur-telurnya..
Masihkah kau telur-telurmu sang induk ayam hutan..
Lalu dimanakah sang Penguasa Alam..
Sambil sang elang menunggui.. Telur-telurmu itu..
Nasibmu semoga tak jadi telur matang...
Yang siap di makan hewan-hewan penghuni hutan yang lain..
Memang kau kelak akan menjadi pahlawan bagi anak-anakmi kelak..
Bila anakmu menetas..
Dan tumbuh dengan baik...
Tapi.. Sang elang pun.. Berdoa..
Memohon agar Sang penguasa alam..
Mau memberi kehidupan.. Telur-telurmu..
Moga tak semua menjadi telur matang..
Sambil menangis dalam hatinya..
Sambil berseru dimanakah warga yang hutan
Yang ramah..
Penuh kerjasama...
Penuh gotong royong..
Selalu guyub...
Atau sudah tertangkap menjadi binatang peliharaan di taman wisata dan kebun binatang?
Moga hutan ini bisa menjadi cagar budaya
Dan hutan lindung..
Agar kami yang langka ini..
Tetap lestari..
Tak menjadi sasaran bagi para pemburu dan penembak jitu..
Bapa bantu kami yang teraniaya ini..
Moga banyak manusia yang peduli..
Dan anak cucu mereka..
Agar kami tetap lestari...
Sebelum sang Penguasa Alam murka