Banyak yang menyadari, bahwa kopi menciptakan berjuta filosofi dari mood yang dihasilkan dari kopi itu sendiri, apapun jenis kopinya. Termasuk filosofi tentang hidup yang baru dapat dimulai setelah kita ngopi ; life begin after coffee. Dan terus terang, artikel ini pun tercipta setelah penulis menghabiskan setengah cangkir dari 12 gr medium dark arabika ciwidei dengan konsentrasi pada 80 ml bertekanan 15 bar.
Selain filosofi tersebut tadi, kita juga tahu bahwa kopi memiliki keasaman (acidity) mereka sendiri, walaupun dengan definisi yang masih beragam. Hal ini pulalah yang kemudian menjadikan beberapa orang enggan minum kopi, karena khawatir dengan efek yang ditimbulkan oleh keasaman tersebut, khususnya untuk lambung mereka. Tapi tahukah kita? Bahwa kopi hanya memiliki tingkat keasaman pada level pH 5 saja? Artinya, keasaman kopi masih berada di bawah bir, jus jeruk, bahkan soda.
Meskipun begitu, ketika kita bicara tentang keasaman kopi, itu tidak seperti ketika kita membayangkan rasa asam ketika kita mengkonsumsi mangga atau jeruk dan buah-buahan lainnya. Acidity atau keasaman pada kopi, adalah tentang "after taste" dan "notes".
Lalu apakah after taste dan notes itu? After taste (secara bahasa) adalah sensasi rasa asam kopi yang kita dapatkan setelah kita menyesapnya (bukan meneguknya), yang kemudian menciptakan catatan rasa (notes), seperti aroma rempah dan bunga-bungaan pada jenis kopi tertentu seperti varian arabika toraja atau kintamani bali. Lidah kita seakan mendapatkan dan memiliki "catatan" mereka sendiri dari apa yang baru saja disesapnya. Sehingga dapat disimpulkan jika rasa asam yang kita dapatkan tidak terjadi ketika kita masih mengkonsumsinya, tapi setelahnya.
Baik dan buruknya keasaman kopi, tergantung pada tingkat roasting (sangrai) biji. Keasaman biji mentah (green bean) akan semakin hilang sejalan dengan proses sangrai. Sehingga semakin lama proses sangrai, akan menjadikan keasaman kopi semakin rendah. Selain akan merusak notes dan after taste bawaan pada karakteristik biji kopi, proses sangrai yang terlalu lama juga akan menghilangkan asam Klorogenik (Chlorogenic), zat antioksidan yang terkandung pada kopi, khususnya pada jenis robusta yang memiliki kandungan klorogenik lebih tinggi daripada arabika.
Berbeda dengan asam Klorogenik, terdapat pula asam Quinic yang justru tercipta dari proses roasting biji. Semakin lama proses roasting, maka akan semakin tinggi kandungan zat ini. Asam Quinic adalah zat yang memiliki peranan penting dalam menciptakan cita rasa kopi, seperti wangi kopi ataupun kafein yang ditimbulkan.
Hampir sama dengan asam Quinic, ada pula asam Alifatic yang tercipta dari Chlorogenic yang terurai pada saat proses roasting.
Selain itu ada juga beberapa asam lain yang dihasilkan dari proses roasting maupun yang berasal dari asam bawaan tiap karakteristik masing-masing biji kopi. Seperti asam amino bebas yang (secara umum) memiliki fungsi untuk membentuk protein. Asam amino bebas kemudian menurunkan sifat-sifat senyawa Alanin yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan senyawa Asparagin yang dapat menjadi senyawa pembunuh sel kanker.
Dalam 100 gr biji kopi sebelum roasting (green bean) dapat memiliki 0.5 gr kandungan asam amino, hingga 1 gr amino setelah roasting.
Jadi, masih takut ngopi?
Disclaimer : kata "kopi" yang penulis maksudkan adalah pengertian untuk kopi yang merujuk pada jenis biji kopi asli, bukan kopi sachet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H