Mohon tunggu...
Media Ba
Media Ba Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Guru Sekaligus Pendiri dan Pembimbing Spiritual di Paviliun Ba' min Indunisia

Pengrajin Kata, Agung Setiawan, S.Pd. Dikenal Dengan Nama Mas A’wan Malikul A’wan Sebagai Praktisi dan Konsultan Spiritual, Lahir di Jawa Tengah, Indonesia. Aktif di Komunitas Sastra Kelas Sunyi Serta Pernah Menjabat Sebagai Wakil Ketua PPTMN Wilayah Yogyakarta Untuk Sementara dan Saat Ini Menjabat Sebagai Wakil Sekertaris PPTMN Periode 2023-2028 Dengan Nomor SK : 01/SK/PPTMN/K.WIL.DIY/II/2028. Karyanya Terhimpun Dalam Antologi Puisi dan Syair (Pendidikan Pancasila, 2016), Tematik Rindu (Sudut Sastra, 2017), Jejak Penikmat Anggur (Mazemedia, 2017), Ba’ (Jejak Pustaka, 2017). Antologi Cerpen Jarak (K-Media, 2018) Tulisan Lainnya Termuat di Koran Radar Cirebon (Sabtu, 16 November 2019), Buletin KRESKIT UAD (Selasa, 26 November 2019), Peningkatan Keterampilan Menulis Anekdot Strategi Reviewing A Film Siswa SMAN 1 Kalasan (Jurnal Literasi – Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah). Selain Beberapa Karya Tulis, Pernah Meraih Penghargaan Original Rekor Indonesia Award (ORI) 2023 Pemecah Rekor Tentang Organisasi Profesi Praktiksi dan Metafisika Pertama yang Berlegalitas Lengkap di Indonesia dan Tercatat Dalam Rangka Perlindungan Ciptaan di Bidang Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra yang Sesuai Dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pencipta Membuat Hand Sanitizer. Adapun Beberapa Rumah Sebagai Tempat Media, Seni, Ruang Kreatif dan Kreasi Serta Silaturahmi Seperti Paviliun Ba’, Media Ba’, Gandiwa.co, Frontal.aksara, dan Kanal Mas A’wan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengharmonikan Diri dengan Semesta: Kekuatan Vibrasi, Getaran Hati, dan Rasa Cukup

10 Oktober 2024   19:40 Diperbarui: 12 Oktober 2024   18:07 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Artikel ini saya dedikasikan untuk semua orang yang pernah saya bimbing, khususnya mas Rizky Ramadansyah dari Kalimantan Utara, Mas dari Jakarta Pusat yang tak mau disebutkan namanya, Pak Aang dari Tangerang, Pak Dosen dari Kalimanatan Barat."

                                                                                                                                                                            

dok. Sesi Bimbingan 2
dok. Sesi Bimbingan 2

Baca juga: Kekasih

Semesta sering kali dianggap sebagai ruang kosong yang tak berujung, namun jika dilihat lebih dalam, ia bukanlah kekosongan semata. Di dalamnya terdapat gema dari frekuensi suara yang begitu dahsyat, jauh melampaui batas kemampuan manusia untuk mendengar dan memahami. Frekuensi bumi saja, diperkirakan berada di angka sekitar 80 ribu Hz sudah sangat besar dibandingkan dengan kemampuan pendengaran manusia yang hanya mampu menangkap suara antara 20 hingga 20 ribu Hz. Maka, bayangkanlah betapa besarnya frekuensi semesta yang sesungguhnya, frekuensi yang bahkan tak mungkin diukur oleh akal manusia.

Namun, ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar: bagaimana mungkin kita, manusia yang kecil ini, mampu berkomunikasi dengan semesta yang frekuensinya begitu luar biasa besar? Apakah kita harus berteriak-teriak sekeras mungkin, ataukah kita perlu menggunakan pengeras suara super canggih yang mampu memperbesar suara kita untuk bisa didengar oleh semesta? Jawabannya, tentu saja, tidak sesederhana itu.

Suara Kecil di Tengah Alam Raya

Manusia memang kecil di hadapan semesta. Suara kita hanya merupakan fragmen kecil dalam kosmos yang luas. Tak peduli bahasa apa yang kita gunakan, entah itu bahasa manusia dari belahan dunia mana pun, semesta tidak mengenal dan tidak peduli pada kata-kata kita. Bagi mereka, kita hanyalah cuilan kecil dari sesuatu yang lebih besar, serpihan dari ciptaan yang tak terbatas.

Tetapi di balik semua itu, ada rahasia besar: semesta tidak mendengar suara kita, melainkan merasakan getaran atau vibrasi kita. Ini bukan tentang volume atau alat yang kita gunakan untuk memperbesar suara, tetapi tentang resonansi dari dalam diri kita. Semesta hanya merespon getaran yang selaras dengan frekuensinya, dan ketika kita mampu menghasilkan vibrasi yang sesuai, barulah semesta akan mendengar dan merespons.

Detak Jantung dan Harmoni Getaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun