Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Demokrasi dari Penumpang Gelap

29 Agustus 2024   11:45 Diperbarui: 29 Agustus 2024   11:54 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu terakhir ini kita berada dalam situasi kebangsaan yang campur aduk. Persoalannya adalah Pilkada (Pemilihan Umum Daerah ) yang akan berlangsung pada akhir November depan. Demo terjadi di depan DPR RI. Massa demo meminta DPR untuk tidak memproses RUU Pilkada setelah ada Keputusan dari Mahkamah Konstitusi.

Hal ini karena MK sudah menurunkan ambang batas perolehan suara partai pendukung seorang calon kepala daerah. Ini berpengaruh pada PDIP di belasan kota kabupaten dan beberapa provinsi yang awalnya disinyalir tidak bisa mengajukan diri pada Pilkada 2024 kini sudah bisa mengajukan diri.

Saat demo, mahasiswa dan beberapa komponen itu memang sempat memacetkan jalanan, membuat orang takut keluar karena sempat terjadi bentrokan dengan aparat yang sedang menjaga kegiatan itu. Namun tidak sempat terjadi kekerasan yang terjadi.

Suasana demokrasi yang seperti ini harus kita pertahankan bersama. Rakyat tahu kapan berdiam diri, kapan  hanya mengamati, kapan turun ke jalan bersikap atas sesuatu. Mereka juga harus paham batas jika berhadapan dengan aparat karena sesungguhnya aparat itu hanya bertugas saja. Jika lengah, maka kekacauanlah yang akan terjadi dan situasi akan menjadi tidak stabil.

Dalam situasi yang tidak stabil itu, seringkali ada kelompok-kelompok radikal yang menunggangi alias memanfaatkan situasi dengan memainkan emosi warga yang ikut berdemo. Beberapa pihak menjuluki kelompok ini sebagai penumpang gelap. Karena ibarat mobil atau mikrolet yang bertiket , penumpang -penumpang ini tidak bertiket alias penumpang gelap.

Kelompok-kelompok ini sering menggunakan keyakinan atau agama sebagai alat. Kelompok-kelompok seperti Hisbuth Tahrir yang di luar negeri banyak dilarang karena dianggap membahayakan, di sini meski sudah dilarang seringkali berubah  bentuk dan strategi dan masih sering memanfaatkan pengetahuan warga soal agama. 

Mulai dari kekhilafahan yang mereka pastikan akan berdiri dan mereka mengklaim bahwa Indonesia akan jadi salah satu negara yang berpartisipasi, Apalagi mereka berkilah, situasi politik di negara kita sering tidak menentu dan pemimpin tidak tegas.

Sesat pikir inilah yang harus kita basmi sampai ke akar-akarnya. Demonstrasi yang dilakukan oleh warga upayakan tidak sampai merusak makna demokrasi itu sendiri.  Adalah hal yang lumrah jika demokrasi di negara kita bergerak dinamis seperti itu. Dan jika kita temukan para penumpang gelap, kita harus segera membersihkannya, sehingga demokrasi tetap berjalan dengan baik dan dengan niat yang suci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun