Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moderasi Agama dan Radikalisme

22 Desember 2023   17:34 Diperbarui: 22 Desember 2023   17:35 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empat dekade yang lalu, atau sekitar tahun 1980-an, tokoh Nahdatul Ulama yaitu Abdurrahman Wahid, melihat adanya kecenderungan masukkan faham  atau ideologi transnasional dalam ajaran Islam di Indonesia. Ideologi transnasional itu sejatinya sudah berubah bentuk dari ajaran agama, menjadi gerakan politis yang bersifat prakmatis dengan mengusung nila-nilai agama di dalamnya.

Waktu itu Gus Dur menilai bahwa ideologi transnasional mulai masuk ke Indonesia dengan cara menyusup atau sembunyi-sembunyi. Mereka masuk dari beberapa tokoh islam radikal di Australia. Di Indonesia mereka mulai mendekati / menyusup ke beberapa perguruan tinggi melalui kegiatan ekstra kurikuler.

Kala itu ideologi transnasional langsung populer karena dianggap membawa ajaran murni Ilam sehingga menarik perhatian banyak kaum muda yang ingin mlakukan pembaharuan/ memurnikan agama dari banyak pengaruh budaya lokal. Budaya lokal (kearifan lokal) dianggap mengotori ajaran islam murni.Sehingga mereka menganggap itulah yang harus "dibersihkan".

Hal-hal itu kemudian dalam prosesnya menjadi satu gerakan yang akhirnya menjadi radikal dan tidak cocok berkembang di Indonesia. Gus Dur yang waktu itu menjadi tokoh NU melihatnya dan melakukan penguatan di tubuh NU.

Di Indonesia sendiri, sampai kini berkembang beberapa organisasi masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah yang bersifat moderat kepada non muslim. Mereka banyak melakukan kegiatan di masyarakat dan diterima oleh banyak golongan maupun agama lain. Kaum moderat ini bersifat pluralis dan tidak fanatik.

Ini berbeda dengan beberapa pihak atau organisasiu masyarakat yang diilai sangat fanatik. Ini yang diyakini kemudian berproses menjadi radikal. Ini karena intoleransi dipupuk terus menerus dan kemudian menjadi radikal. Secara empiris kita tahu bahwa radikalisme tidak bisa musnah begitu saja, meski situasi stagnan atau tetap.

Pada 14 Desember 2023, Densus 88 Antiteror menangkap sembilan orang terduga teroris Jemaah Islamiyah (JI) di daerah Sukoharjo, Sragen, Klaten, dan Boyolali. Penangkapan tersebut mengindikasikan bahwa jaringan terorisme masih bergerak dan menunggu momentum untuk melakukan aksi. Penangkapan terhadap aktor teror penting untuk dilakukan.

Karena itu, kita bisa menyadari bahwa moderasi agama sangat penting untuk dilakukan oleh semua piihak sampai kapanpun juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun