"Setelah mempertimbangkan dinamika sosial politik yang berkembang beberapa hari ini terkait pencalonan saya sebagai cawapres Prabowo. Dan demi kebaikan iklim demokrasi serta tegaknya konstitusi kita, maka dengan ini saya menyatakan mundur dari pencalonan saya sebagai cawapres Prabowo".
Masih tersisa 2 hari sebelum pasangan calon Prabowo-Gibran mendaftarkan diri mendaftarkan diri ke KPU. Prabowo sebagai bakal capres ketiga baru saja mengumumkan calon wakil pendampingnya yaitu Gibran Rakabuming Raka di Kertanegara (Kompas.com, 23/10/2023).
Gibran sendiri tidak hadir dalam deklarasi tersebut. Hal ini mengundang tanda tanya setelah sebelumnya tikungan-tikungan maut dilewati dengan mulus oleh Walikota Solo tersebut, seolah melaju di jalan tol yang lurus saja.
Presiden Jokowi merestui dan mendoakan putranya terkait pencalonan tersebut, begitu juga dengan Ibu Negara Iriana Jokowi. Maswali --demikian panggilan akrabnya-- didukung pula oleh oleh adik ipar  Walikota Medan, Bobby; dan adiknya, Kaesang Ketum PSI.Â
Kemudian berkaitan dengan tata pergaulan antarpartai, baik Prabowo maupun Maswali sejauh ini diketahui telah menghubungi pihak PDIP sebagai partai tempat bernaung Maswali sekarang.
Setelah absen saat deklarasi, apakah Gibran pada akhirnya akan sah menjadi cawapres Prabowo dalam 2 hari seperti yang diagendakan?
Penulis berharap dalam 2 hari ini headline media akan merilis breaking news yang isinya seperti judul dan paragraf pertama tulisan ini.
Putusan Mahkamah Konstitusi problematik
Ada sejumlah rumor yang berkembang terkait latar belakang pencalonan tersebut. Apabila disarikan secara garis besar, ada 3 poin yang menjadi pemicu. Pertama, persoalan kelangsungan bisnis, friksi internal partai dengan keluarga presiden, dan manuver partai secara individu ataupun kolektif.
Sejumlah pihak --termasuk jurnalis-- mengklaim telah menginvestigasi masing-masing dari isu di atas. Akan tetapi untuk menghindari hal-hal sumir dan belum pasti, kita menggarisbawahi poin yang menyangkut manuver partai saja.
Kemudian, yang sudah pasti yaitu keputusan Mahkamah Konstitusi yang menafsirkan batas minimal usia capres/cawapres 40 tahun dalam UU Pemilu adalah sah sepanjang dimaknai dengan tambahan pengecualian untuk calon yang pernah menjabat kepala daerah.