Soal inspirasi ini yang kemudian menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Menurut Robert Rosenblum sumber inspirasi Munch adalah sebuah mumi asal Peru yang dilihat Munch di Paris tahun 1889 dalam perhelatan Exposition Universelle.
Berbeda dengan Rosenblum, seorang profesor dari  Universitas Negeri Texas yaitu Donald Olson mengatakan bahwa inspirasi lukisan The Scream adalah letusan Krakatau beserta dampaknya sekitar tahun 1883-1884 (Cnn.com, 2003).
Latar belakang langit berwarna merah yaitu ke arah barat daya dari sebuah pantai fiord (teluk yang terbentuk oleh gletser yang mencair) di Oslo. Jika dilihat dari bukit Ekeberg arah tersebut menuju ke langit di mana fenomena senja Krakatau terlihat. Adapun tentang Ekeberg sendiri adalah sebuah tempat di mana saudara perempuan Munch, Laura Catherine, dirawat di sebuah rumah sakit jiwa karena mengalami manic depressive.
Untuk membuktikan teorinya, Olson bersama timnya menelusuri Oslofjord dan mencari di mana kira-kira tepatnya Munch berdiri pada saat ia terinspirasi untuk melukis The Scream. Berdasarkan posisi berdiri Munch, arah latar belakang langit, dan peristiwa global yang terjadi saat itu, Olson berkesimpulan bahwa letusan Krakatau berada di balik terciptanya The Scream.
Prof. Donald Olson, guru besar fisika dan astronomi Texas State University :
"It was very satisfying to stand in the exact spot where an artist had his experience," he said. "The real importance of finding the location, though, was to determine the direction of view in the painting. We could see that Munch was looking to the southwest -- exactly where the Krakatoa twilights appeared in the winter of 1883-84."
Bagi kita, bermacam-macam teori tentang sumber inspirasi The Scream adalah satu hal dan letusan Krakatau adalah hal yang lain.
Yang pertama bersifat debatable sedangkan yang kedua adalah riil. Dampak letusan sebuah gunung di Nusantara bisa menjangkau Australia dan bahkan Eropa. Dan di bawah telapak kaki kita terdapat ring of fire dengan sekian banyak gunung berapi dan lempeng-lempeng benua yang terus bergerak.
Saat ini Krakatau dikatakan relatif aman meskipun kerap batuk-batuk dan menimbulkan tremor yang terasa sampai Jakarta. Menurut pakar BNPB, almarhum Sutopo Purwo Nugroho, perlu waktu 3 abad untuk mengumpulkan energi untuk menciptakan letusan yang setara dengan yang terjadi pada tahun 1883 (Tribunnews.com, 2018).Â
Tetapi bukankah gunung di Indonesia tak hanya Krakatau? Ada 127 gunung berapi di Indonesia dan sesar pertemuan lempeng benua. Pergeseran lempeng benua terbukti telah menimbulkan mega-tsunami Aceh pada tahun 2004 dan sejumlah gempa lainnya.
Dalam diam, gunung-gunung yang kita kerap bertamasya di atas punggungnya adalah raksasa tidur yang setiap saat bisa bangkit. Ketika sudah terjadi semoga kita sudah lebih siap menghadapinya.***