Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J (Tribunnews.com, 11/8/2022):
"Seandainya salah anak saya yaudah lumpuhkan, penjarakan, bila perlu pecat, jangan membabi buta, manusia anak saya itu, ada haknya untuk hidup."
Kejaksaan Agung menyiapkan 30 jaksa untuk mengadili kasus dugaan pembunuhan berencana dengan korban Brigadir J (Kompas.com, 13/8/2022). Tersangka utama yaitu mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo mengakui antara lain kepada Komnas HAM atas kesalahannya. Sambo menyatakan bertanggung jawab dan bahwa apa yang dilakukan adalah demi menjaga martabat keluarga.
Terkait motif, dua peristiwa di Magelang dianggap menjadi alasan mengapa Brigadir J sampai harus dilenyapkan. Keduanya berupa tindakan yang dianggap pihak Sambo tak sopan dilakukan oleh seorang ajudan (Detik.com, 14/8/2022).
Yang pertama, tanggal 3 Juli 2022, menurut keterangan sopir dan asisten rumah tangga, Kuat Maruf, Brigadir J duduk berdekatan dengan istri Ferdy Sambo yaitu Putri C. Kemudian tanggal 7 Juli saat Sambo sudah pulang ke Jakarta, Brigadir J masuk ke kamar pribadi. Kuat Maruf --salah satu tersangka-- lantas menegur dan melaporkan kejadian itu langsung pada sang majikan.
Sebelum kejadian Magelang, sesama ajudan Sambo yang lain pernah menegur Brigadir J karena menggunakan parfum Putri dan menodongkan pistol ke arah foto Sambo. Juga dianggap tak pantas karena Sambo adalah atasan. Tak selayaknya Joshua melakukan hal itu (Tribunnews.com, 1/8/2022).
Tetapi, dibandingkan tuduhan dosa-dosa tersebut, apakah sepadan dengan hukuman balasan yang dijatuhkan Sambo? Brigadir J ditembak mati dan ada dugaan terjadi penyiksaan seperti yang terungkap dari foto kondisi jenazah.
Sambo punya banyak pilihan untuk memberikan tindakan atau pembinaan. Sebagai reserse harusnya ia juga mampu mengendus gelagat buruk jauh-jauh hari dan melakukan pencegahan sebelum Brigadir J berulang kali melakukan hal yang tak senonoh.
Jika teguran tak mampu membuat jera, Sambo bisa dengan mudah mengganti posisi Joshua sebagai ajudan. Bisa juga mengembalikan sang brigadir ke kesatuan awalnya sebelum ia direkrut menjadi ajudan; atau mengambil tindakan skorsing, demosi, dan yang lain.
Di lingkungan penulis tinggal ada kejadian yang mirip di sebuah keluarga biasa; bukan pejabat. Seorang asisten rumah tangga, laki-laki masih muda, dianggap berbuat tak sopan kepada anak majikan. Langsung saja dia dipanggil, dimarahi, lantas disuruh pulang. Cukup sepadan, baik bagi sang ART maupun bagi yang punya rumah.
Hal ini jauh berbeda dengan kasus penembakan Brigadir J oleh Bharada E yang melakukannya atas dasar perintah Sambo.
Tewasnya Brigadir J tentu menyebabkan pihak keluarga merasa kehilangan, apalagi karena diwarnai banyak kejanggalan. Keluarga Sambo sendiri juga pasti terdampak karena kedua pihak yaitu suami dan istri terlibat kasus pembunuhan berencana yang bisa berujung vonis hukuman mati.