Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Idul Adha, Tentang Anak dan Beban Berat Kyai Sepuh Itu

9 Juli 2022   15:18 Diperbarui: 9 Juli 2022   17:30 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penangkapan seorang DPO di Jatim mengungkap banyak hal yang sebelumnya tertutup rapat. Sang buron adalah anak seorang kyai. Bertahun-tahun lolos karena mendapat perlindungan berkat pengaruh bapaknya.

Alangkah sedih hati sang ayah yang berusia hampir seabad itu. Pada hari raya Idul Kurban yang biasanya bersuka ria makan enak, sekarang tak bisa. Anak dipenjara, reputasinya hancur, pondok yang dipimpinnya dibreidel Kemenag. Menjadi bulan-bulanan media.

Dalam sejarahnya dahulu, Idul Adha juga berkait erat dengan kepedihan hati seorang ayah. Nabi Ibrahim as. diminta mengurbankan Ismail as., putranya.

"Ahh.. itu godaan setan", batin Ibrahim saat isyarat terlintas. Tetapi kemudian pertanda itu muncul lagi dan lagi hingga ia yakin bahwa itu memang perintah-NYA.

Nabi Ismail adalah putra Sang Kholilullah. Dinanti bertahun-tahun lamanya hingga beliau berusia senja. Doanya terkabul dan Ismail menjadi tumpuan yang diharapkan menjadi penerus  garis keturunan. Masih begitu belia ketika Dia meminta. Berat sekali cobaan hati yang harus dihadapi.

Namun Ibrahim mantap, begitu juga dengan Ismail. Perintah Tuhan harus diutamakan di atas cinta kepada apa saja. Ibrahim tidak berdalih untuk melindungi cinta kepada buah hatinya dengan pembenaran-pembenaran yang pasti masuk akal.

Lolos. Tuhan lantas mengganti  Ismail dengan kurban hewan domba. Ketentuan itu kemudian berlaku hingga hari ini, bentuk kurban yang dibebankan berupa hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta.

Dalam kasus yang disebut di awal, pembenaran dilakukan untuk melindungi. Tentu karena cinta. Pak kyai yakin anaknya tidak bersalah dan oleh karena itu tidak boleh ditangkap dan menderita di bui. Apakah kejadian sebenarnya sudah ia konfirmasi ataukah informasi yang diterimanya keliru? Wallahu alam.

Gagal lulus. Sulit memperbaikinya ketika sudah terlanjur rumit.

Jika menilik riwayat Nabi Muhammad saw. dalam soal hukum dan cinta, beliau mencontohkan agar memilih bersikap tegas dan adil. Keras sekali tanpa kompromi.

Misalnya dalam hal ketentuan pidana pencurian. Beliau nyatakan di depan publik bahwa hukum berlaku bagi semua. Andai yang mencuri adalah putrinya sendiri, Fatimah ra., maka ia pasti dikenai pasal yang sama. Tidak ada pengecualian.

Kurang cinta apa beliau kepada keluarganya sendiri. Kepada kerabat dan sahabatnya. Kita sebagai umatnya saja begitu ia rindu meski belum pernah bersua. Tetapi  cinta beliau adalah jenis kasih yang karena Allah semata. Oleh karena itu maka kehendak-NYA harus senantiasa didahulukan.

Tak hanya para nabi. Jauh sebelum kisah Nabi Ibrahim as. dan Ismail as., Iblis --sosok makhluk penggoda manusia dengan cinta palsu-- juga diuji untuk meruntuhkan harga dirinya. Tuhan menyuruh bersujud kepada Adam as. yang baru tercipta. Adam adalah pendatang baru di surga sementara dirinya sudah menetap ribuan tahun.

Iblis berdalih untuk melindungi egonya agar tidak jadi korban. Karena "aku dicipta dari api sedangkan ia terbuat dari tanah" terselubung di balik kalimat indah yang terucap "sujudku hanya untuk Tuhan dan bukan untuk yang selain-NYA".

Satu pembelaan yang kelihatan masuk akal meski sejatinya berlawanan dengan perintah yang dikehendaki. Iblis akhirnya terusir dari surga.

Nabi Adam as. sendiri kemudian mengalami. Meskipun sudah nyaman di surga tetapi diuji untuk berkorban dengan cara mengabaikan pohon buah khuldi. Jangankan memakan buah, mendekati pohonnya saja terlarang. Tetapi batas itu dilanggar sehingga Adam harus turun dari surga dan menetap di bumi.

Kepada bani Adam, sebagaimana diceritakan dalam kisah umat-umat terdahulu yang bersambung terus menerus hingga sekarang, Tuhan memberikan ujian dalam bentuk pilihan-pilihan. Ada yang harus diambil meski berat hati, ada yang harus disisihkan walau itu menyenangkan. Selalu begitu.

Perintah kurban bagi umat Islam menyiratkan pesan serupa. Hewan ternak adalah simbol rasa cinta kita kepada keluarga, harta, hasrat, ego, kesenangan, kecenderungan, mimpi, cita-cita. 

Ada masa ketika rasa cinta itu dihadapkan dengan ketidaknyamanan mengerjakan perintah atau keinginan Dia. Itulah saat-saat ujian. Mengalir beralih dari waktu ke waktu. Kadang ringan, kadang berat. Kadang nyata, tetapi juga kadang begitu halus.

Ya Allah, semoga kami yang awam dan selalu dikuasai nafsu ini dapat selamat menempuh ujian-MU. Hanya dengan pertolongan-MU.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1443 H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun