Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Manuver Oposisi Terus Menekan, Jokowi Perlu Ijtihad Politik

30 Juli 2021   11:09 Diperbarui: 30 Juli 2021   13:16 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi (Dok. Setpres).

Demokrat  terus berupaya muncul ke permukaan sejak awal tahun ini. Dimulai dengan wacana kudeta internal, partai asuhan SBY ini gencar merebut branding oposisi yang ditinggalkan Gerindra. PKS semakin tercecer di belakang.

Iya betul ada pandemi. Terkait hal itu, pemerintah mengatakan yang penting selesaikan dulu corona, urusan politik nanti lagi kalau semua sudah kelar. Namun tampaknya himbauan itu belum tentu akan digubris.

SBY (twitter.com, 28/7/2021):

"Tuhan, seraya gigih berikhtiar, kami tetap memohon kemurahan hati-Mu. Selamatkan negeri kami dan kami semua. Bimbinglah pemerintah kami dan juga kami masyarakat Indonesia agar dapat mengatasi pandemi besar ini. Amin." 

Kemarin lusa SBY muncul lewat doanya di medsos agar Tuhan "membimbing" pemerintah kala mengatasi pandemi. Ungkapan mantan presiden itu bersinergi dengan lingkaran dalam lainnya, AHY, Ibas, hingga Annisa Pohan yang secara teratur juga tampil lewat saluran masing-masing.

Ujung tombak serangan masih dipegang Bappilu Andi Arief yang kerap menjelajah di area berbahaya. Selain kader pengurus, para kepala daerah yang berasal dari Demokrat pun tentu akan memegang peranan.

Tahun 2020 lalu Demokrat mengklaim 4 dari 9 pilgub berhasil lolos yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Bengkulu, dan Sulawesi Tengah. Dua dari yang 4 itu merupakan kader yaitu di Kalsel dan Kaltara. Mereka menyusul sukses Wagub Jatim Emil Dardak dan Gubernur Papua Lukas Enembe. Pilkada DKI, Jabar, dan Banten sementara itu disiapkan.

Ketika PDIP menyatakan tidak akan berkoalisi dengan Demokrat --dan PKS-- Andi Arief berkomentar lewat sindiran bahwa Belanda masih jauh. Artinya masih banyak waktu untuk mengatur siasat. Meski Piala Eropa sudah rampung tetapi yang namanya bola tetap saja bundar. Banyak hal bisa terjadi dalam politik.

Duet PDIP-Gerindra sebagai partai pemenang pemilu memang masih difavoritkan akan meneruskan roda pemerintahan tahun 2024 nanti. Namun demikian dengan asumsi peta kepentingan partai-partai lain bisa berubah , Demokrat akan berusaha meraih poin semaksimal mungkin.

Kondisi pandemi yang membuat langkah-langkah inkumben menjadi krusial. Seluruh sumber daya harus dikerahkan habis-habisan untuk mengatasi penularan corona sambil berupaya memulihkan ekonomi. Sementara di sisi lain, oposisi bisa dengan ringan berkomentar melontarkan kritik dan membangun serangan.

Hal itu yang kelihatannya membuat Koordinator PPKM Jawa-Bali, Menko Luhut berang. Mantan jenderal Koppasus itu meminta SBY sebagai oposisi meniru mantan Presiden Habibie kala mengkritik.

Di lapangan, hujatan terhadap demo-demo mahasiswa selama masa PPKM langsung dijawab oleh Demokrat. Megawati dituding berada di balik demo-demo terhadap pemerintahan SBY.

Rachlan Nashidik (detik.com, 29/7/2021):

"Dulu, kalah pemilu, Megawati tak cuma mengkritik: ia kerahkan demo-demo PDIP pada SBY. Kadernya: Hasto hingga Jokowi, mendiskreditkan SBY hingga kini, 7 tahun setelah SBY tak lagi memimpin."  

Dengan kenyataan tersebut maka petahana akan dipaksa untuk mengkritisi perkembangan kinerja yang ada. Berbagai instruksi dan arahan terkait prokes corona selalu menghadapi resistensi baik di tingkat wacana maupun dalam pelaksanaan di lapangan.

Banyak contoh dapat diambil tetapi garis besarnya cuma dua.

Pertama, ketika kebijakan pelonggaran prokes diterapkan, pemerintah ditekan dengan isu mendewa-dewakan ekonomi dan mengabaikan nyawa. Kedua, saat prokes diperketat maka bentuk serangan berubah menjadi tekanan pada bidang ekonomi. Kesulitan rakyat untuk bekerja dan mencukupi kebutuhan akan diangkat.

Spanduk dan bendera putih pedagang (idntimes.com).
Spanduk dan bendera putih pedagang (idntimes.com).

Apakah petahana di ranah politik akan  meniru langkah seperti Singapura yang "berdamai" dengan pandemi?

Pilihan tersebut memang mungkin diambil. Tetapi yang juga harus dicermati adalah konsolidasi dan mekanisme komunikasi yang perlu dioptimalkan. Dari pucuk pimpinan antara Jokowi dengan kabinet, gubernur, dan pejabat setara harus jelas koordinasinya. Dengan rambu-rambu yang jelas maka eksekusi di lapangan dan sistem kontrolnya juga akan jadi mudah.

Soal komunikasi publik sempat disinggung Jokowi saat meminta para pembantunya peka terhadap situasi. Kemudian terkait dengan kebijakan, saat ini yang menjadi masalah penting yaitu rendahnya penyerapan APBD dan dana pandemi. Tersendatnya penyaluran dana akan memukul langsung langkah penanggulangan pandemi sekaligus menyulitkan pemulihan ekonomi.


Perlu ijtihad birokrasi untuk memutus lingkaran setan prosedur yang mengunci aliran kelancaran anggaran. Memang berat, karena jangankan untuk hal yang kompleks begitu; untuk menyelesaikan prosedur vaksinasi saja ribetnya bukan main.

Kelancaran program vaksinasi terjebak prosedur mekanisme fotokopi KTP atau cetak formulir. Di media sempat tersiar kabar ada peserta gagal divaksin karena persoalan fotokopi KTP. Sebelumnya ada pula berita peminat vaksinasi membludak melebihi kapasitas. Hal itu menunjukkan adanya masalah dalam pelaksanaan kerja pemerintah di tingkat lapangan.

Tangkapan layar keluhan warga menakses vaksin gara-gara masalah domisili/KTP beberapa waktu lalu (twitter.com).
Tangkapan layar keluhan warga menakses vaksin gara-gara masalah domisili/KTP beberapa waktu lalu (twitter.com).

Persoalan-persoalan tersebut yang membuat pemerintah seolah blunder tak berkesudahan. Jika tak segera diperbaiki maka kesalahan tersebut akan dikonversi menjadi keuntungan politik bagi oposisi.

Saat ini angka kasus positif corona masih cukup tinggi dengan kasus harian pada kisaran 40 ribuan per hari. Meskipun begitu secara alami tampaknya semua pihak sudah tak begitu kaget lagi. Momentum ini perlu dimanfaatkan untuk mengevaluasi banyak hal terkait substansi penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi.

Agenda penting saat ini secara garis besar antara lain ada tiga.

Pertama, terkait penyederhanaan aturan prokes PPKM dan vaksinasi agar tidak membingungkan. Tercakup di dalamnya yaitu pengerahan nakes cadangan, suplai oksigen dan obat, juga ketersediaan fasilitas RS. Kedua, mencari biang keladi penyerapan anggaran pemerintah daerah yang sangat rendah. Ketiga, penyaluran bansos bagi warga dan UMKM/ pedagang agar semakin akurat.

Presiden Jokowi perlu mengerahkan semua fasilitas power yang dimiliki agar para pembantu dekat dan pejabat bawahannya memang betul-betul membantu. Jika gagal pada level ini maka oposisi akan senang sekali karena hal itu berarti poin yang cukup signifikan.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun