Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Banjir Jerman dan Kerusuhan Afsel, Sumber Petaka Bukan Corona Saja

17 Juli 2021   13:15 Diperbarui: 17 Juli 2021   13:31 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sedang memasuki fase gelombang kesekian lonjakan kasus corona. Angka positif kasus di atas 50 ribuan. Hari ini lumayan ada penurunan sedikit, dari 56.000 jadi 54.000.

Angka kematian juga bertambah pesat. Termasuk yang tertinggi di dunia.

Pasien positif Covid-19 --atau diduga mengidapnya-- yang meninggal sudah mencapai lebih dari 1000 per hari. Melonjak sekitar 4 kali lipat dari sebelum mudik lebaran. Meski agenda tahunan itu dilarang untuk yang kedua kalinya, tetapi banyak yang nekad pulkam.

Faktornya antara lain karena banyak yang masih tak percaya Covid-19. Ketika penyekatan mudik diberlakukan, ada provokasi untuk menerobos bersama-sama. Petugas kewalahan.

Bukan hanya itu. Klaster corona disumbang dari berbagai  bentuk kerumunan di mana warga tidak mengindahkan protokol kesehatan. Ada klaster hajatan, arisan, hingga sekolah.

Kita tertekan dengan kondisi yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun ini. Tetapi permasalahan tak memberi waktu untuk beristirahat.

Dari Afrika Selatan dikabarkan terjadi kerusuhan yang menewaskan 212 orang. Insiden tersebut terjadi bersamaan dengan sidang kasus korupsi mantan Presiden Jacob Zuma.

Eropa juga dilanda bencana tak terduga. Sejumlah negara terutama Jerman baru saja disapu banjir bandang yang menewaskan lebih dari 100 orang.

Bagaimana dengan kondisi kita di sini?

Kedua bentuk sumber petaka di atas di Indonesia ada semua. Potensi kerusuhan cukup banyak, ancaman bencana alam apalagi. 

Kita memiliki banyak gunung berapi aktif, lahan-lahan dan hutan yang rusak, juga sejumlah sesar pemicu gempa. Potensi bencana bertambah besar dengan adanya perubahan iklim global. Tanggal 11 Juli terjadi banjir di Aceh Jaya. Kemudian, di sejumlah lokasi di pantai selatan Jawa belum lama ini sempat dilanda gelombang tinggi.

Beberapa insiden menyangkut massa terjadi di beberapa tempat.

Di Dogiyai, Papua, terjadi amuk massa yang menelan korban jiwa 1 meninggal. Dalam aksi tersebut tercatat 67 bangunan dibakar. Pemicunya yaitu teguran beberapa aparat TNI AU kepada sekelompok warga yang mabuk-mabukan di sekitar bandara.

Tasikmalaya tempo hari juga sempat memanas. Massa yang datang dari berbagai daerah sekitar menggeruduk pengadilan dan merusak sejumlah mobil polisi. Pangkal masalah yaitu tuntutan agar  Rizieq Shihab yang menjalani sidang di Jakarta dibebaskan.

Sejumlah kendaraan dan bangunan yang rusak imbas kerusuhan di Dogiyai, Papua, 15/7/2021 (detik.com).
Sejumlah kendaraan dan bangunan yang rusak imbas kerusuhan di Dogiyai, Papua, 15/7/2021 (detik.com).
Di tengah suasana yang tengah berduka ini ada saja ulah segelintir oknum yang tak punya sense of crisis.

Beberapa waktu lalu BEM UI mengunggah karikatur king of lip service yang menyasar presiden. Kemarin di Bandung, BEM Unpad menipu publik. Katanya, 'kami bersama Jokowi, ... tapi bo'ong'!

Soal kritik tentu bukan sesuatu yang luar biasa. Tetapi narasi di belakangnya tak sesuai dengan konteks Indonesia hari ini. Tuntutan agar Jokowi melunasi janji kampanye dan desakan agar mundur jelas memuat agenda politik sangat janggal. Terlebih beberapa kali trending pula tagar berbasis tagar khilafah di twitter.

Dengan pemanasan situasi tersebut, jangan heran jika kemudian ada yang menggoreng. Jokowi dituntut mundur supaya Maruf Amin naik. Ada yang mencoba membuat friksi. Di belakang Maruf Amin kita tahu ada warga Nahdliyin sementara Jokowi adalah PDIP. Delegitimasi pemerintahan yang sah meski tak berhasil tetapi akan berdampak sangat massif.

Provokasi tidak hanya berasal dari kampus. Beberapa kali sempat terjadi ketegangan antara warga dengan aparat keamanan dan bahkan petugas kesehatan.

Di Ciputat seorang pemuda menantang aparat yang sedang bertugas di jalan raya arah Jakarta. Alih-alih mengikuti arahan menggunakan masker, pemotor yang tampak pede itu malah balik menggertak. Dia punya backing om jenderal di mabes katanya.

Insiden lain terjadi di Jakarta. Sekelompok pebalap liar menganiaya polisi yang menegur mereka. Bukannya patuh atau kabur, justru sang aparat malah digebuki.

Yang terkait dengan petugas kesehatan beberapa kali juga mengemuka. 

Di Karawang, viral petugas vaksinasi diisukan tidak menyuntik dengan benar. Hal itu telah dibantah oleh vaksinator Maola Nurulshinta yang menjelaskan teknik penyuntikkan yang digunakan. Ia juga mengaku telah bertugas melakukan 8000 kali penyuntikan (kompas.com, 15/7/2021). 

Seperti tak mau kalah, dr. Lois menebar isu tak percaya Covid-19 di acara Hotman Paris. Ia mengatakan bahwa kematian pasien corona diakibatkan oleh interaksi obat. Jika demikian, lantas bagaimana dengan pasien yang tidak sempat memperoleh pengobatan?

Tantangan-tantangan terbuka seperti itu jangan dianggap sepi. Mesti jeli juga di samping sense of crisis yang harus tetap terpelihara.

Dalam kasus lain, kita mungkin masih memaklumi timbulnya gesekan antara petugas dengan warga yang sedang mencari nafkah. Dengan tuntutan pemberlakuan PPKM di satu sisi, sementara warga kesulitan mendapat penghasilan timbulnya benturan kepentingan tentu sulit dihindari. Aparat perlu lebih persuasif dan komunikatif.

Selain harapan agar petugas di lapangan lebih humanis, pemerintah juga dituntut untuk mempercepat penyaluran bantuan baik kebutuhan pangan maupun obat-obatan. Sayang sekali data kita masih amburadul sehingga hal itu menghambat percepatan penyaluran.

Akan tetapi, untuk kasus yang mengarah pada aksi-aksi anarkis atau pemanasan menuju ke sana, semua pihak perlu waspada.

Ketika tekanan sosial meningkat maka mau tak mau aparat akan turun. Pada titik itulah potensi ledakan massa yang lebih besar bisa muncul sewaktu-waktu. Itu sudah terjadi berkali-kali sebelumnya.

Untuk menghadapi hal-hal tersebut perlu kita tegaskan kembali, kita selesaikan ancaman Covid-19 sambil waspada. Jika ada yang mencoba bermain api perlu segera diantisipasi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun