Usai rapat terbatas di istana terkait penanganan pandemi corona, Muhadjir Effendy mengeluarkan pernyataan yang rasanya kurang pas. Menko PMK menyinggung soal darurat militer terkait pemberlakuan PPKM yang sedang berlangsung saat ini (detik.com, 16/7/2021).
Muhadjir Effendy, Menko PMK:
"Kan sebenarnya pemerintah sekarang ini walaupun tidak di declare kita ini kan dalam keadaan darurat militer. Jadi kalau darurat itu ukurannya tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, darurat perang, nah kalau sekarang ini sudah darurat militer."
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat) saat ini sudah berlangsung 2 pekan. Kasus positif corona masih tinggi --50 ribuan per hari-- yang diiringi lonjakan angka kematian.
Karena belum ada tanda-tanda penurunan, rencana relaksasi tanggal 20 Juli kemudian berubah. Hingga akhir Juli pembatasan aktivitas warga masih akan berjalan.
Soal  prokes dan bansos memang selayaknya disampaikan Menko PMK dalam kesempatan meninjau shelter pasien corona di Hotel University Club UGM, Sleman. Akan tetapi menyinggung masalah darurat militer sebaiknya Menko berhati-hati. Hemat istilah dan wacana agar tidak kondisi kedaruratan tidak mengalami inflasi.
Untuk menyatakan darurat militer tentu berada di tangan Presiden. Hal itu perlu dirumuskan bersama Menkopolhukam dan Panglima TNI hingga DPR. Menko PMK agaknya offside kala berbicara soal darurat militer.
Dalam strata kedaruratan ada 3 tingkat kewenangan yang dimiliki presiden yaitu:
- Darurat sipil,
- Darurat militer,
- Darurat perang.
Terkait penanganan pandemi Covid-19, konteks yang seharusnya adalah darurat sipil terlebih dahulu. Hal itu sudah diberitakan media sejak tahun 2020 lalu.
Sebelum PPKM diberlakukan,pada Maret 2020 pemerintah menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Waktu itu kemungkinan penerapan darurat sipil sempat diusulkan dan dipertimbangkan pemerintah (cnnindonesia.com, 30/3/2020).
Fadjroel Rachman, Jubir Presiden:
"Pemerintah mempertimbangkan usulan darurat sipil supaya penerapan PSBB berjalan efektif. Namun penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak digunakan dalam kasus covid-19."
Apakah Presiden sudah mengumumkan secara eksplisit --officially-- keadaan darurat sipil? Lalu mengapa Muhadjir langsung mencelat mengatakan darurat perang?
Sumber: Konsekuensi keadaan darurat sipil.
Koordinasi penanganan pandemi corona beserta dampaknya saat ini masih berada di tangan Luhut Binsar Panjaitan sebagai Koordinator PPKM Mikro Darurat Wilayah Jawa-Bali. Sementara itu Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dipegang Airlangga Hartarto. Jika kondisi sudah berada pada tahap darurat sipil maka komando berada di tangan presiden langsung.
Memang tekanan pandemi semakin meningkat akhir-akhir ini. Namun di luar kabar buruk yang terus mendera, berbagai berita baik juga terus bertambah.
Seiring pemberlakuan PPKM, perlahan-lahan aktivitas warga menurun dan bansos mulai didistribusikan. Dari negara-negara sahabat sejumlah bantuan telah dikirim, mulai dari vaksin, obat-obatan, peralatan medis, hingga konsentrator oksigen.
Ada pula kabar dari Kemenkes menyangkut persoalan tenaga medis dan nakes.
Saat ini pemerintah sedang menggalang dokter  fresh graduate untuk langsung terlibat menangani Covid-19. Tenaga perawat dari berbagai sekolah tinggi pun segera dilibatkan. Kita berharap apa yang  sedang dilakukan dapat segera membalikkan keadaan.
Apa yang dikatakan Muhadjir soal darurat perang  perlu diklarifikasi mengingat jabatan yang disandang dan menyangkut tertib penggunaan istilah. Selain itu, pernyataan yang tidak tepat dikhawatirkan menyebabkan salah interpretasi di lapangan. Aparat yang melaksanakan tindakan penertiban warga  secara langsung jangan sampai terjebak represi berlebihan.
Apabila dibandingkan dengan gelombang lonjakan kasus sebelumnya, saat ini memang kondisi kita jauh dari baik-baik saja. Namun di sisi lain masih banyak sumber daya yang belum efektif digunakan.
Sebagai contoh yaitu di jajaran Kemensos masih ditemukan ASN yang kurang responsif mengantisipasi dampak pandemi. Hal itu sempay ditemukan Mensos Risma dalam sidaknya di Bandung beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Risma juga menemukan data bansos yang tidak akurat. Hal tersebut tidak saja memberatkan keuangan negara tetapi juga warga yang berhak menerima karena ada potensi bansos salah sasaran.
Aspek manajerial ini yang seharusnya mendapat perhatian Muhadjir. Â Bagaimana seluruh komponen PNS dan ASN bisa optimal memanfaatkan sumber daya untuk melawan pandemi.
Selain  pegawai pemerintah yang berada di ruang lingkup Menko PMK, peran kepala daerah juga bisa lebih dioptimalkan.
Kunjungan Jokowi  kemarin meninjau langsung pelaksanaan PPLM di Jakarta adalah isyarat agar para pimpinan di daerah juga merespon keadaan di wilayahnya. Tentu dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat agar tidak malah menjadi korban keganasan virus.
Meski demikian, untuk sampai ke taraf darurat perang seperti kata Muhadjir, mungkin terasa berlebihan. Kita masih punya peluang menurunkan tensi akibat serangan pandemi meski harus berkejaran dengan waktu.
Mestinya sebelum declare darurat perang ada pengumuman darurat sipil dahulu sesuai pentahapannya. Langkah pertama itu saja belum dan tiba-tiba sudah tiba di babak kedua. Urut-urutan prosedur, wewenang, waktu, dan sikon harus dipertimbangkan.
Agar PPKM berjalan kondusif, para menteri --seperti juga politisi oposan-- sebaiknya jangan mengada-ada bikin istilah sendiri berdasarkan persepsi sepihak. Jangan sampai pihak istana ikut jadi penyumbang inflasi kata-kata atau wacana.***
Artikel sebelumnya:
Mahfud MD Kritik "Ikatan Cinta", PAN Tuntut RS Khusus DPR
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI