Cerita pesugihan  biasanya menjadi konsumsi orang-orang dusun  di masa lalu. Beranjak ke era modern yang rasional dan skeptis, kisah berbau mistis beserta sesajen atau tumbalnya itu perlahan-lahan menghilang.
Yang perlahan-lahan raib itu ternyata tidak sungguh-sungguh sirna. Saat ini satu kabarnya terungkap ke media dan mengundang rasa penasaran. Bukan di satu sudut gunung atau tepi laut yang jauh, peristiwanya terjadi di  salah satu sentra ekonomi elit Jakarta, Pondok Indah.
Seorang pemandu acara mengunggah narasi adanya semacam 'sekte' pemuja kekayaan pengejar mimpi keduniawian. Sang MC --master of ceremony-- mengaku ditawari memandu ritual sekelompok sosialita.
Acaranya sendiri disebut sang MC Ramadhinisari sebagai acara arisan. Akan tetapi yang menjadi kejanggalan mengerikan adalah adanya ritual korban manusia yang diduga untuk pesugihan dalam acara itu. Sang korban adalah seorang lelaki muda dan dikatakan sudah ikhlas menjadi tumbal.
Sejak pengakuan Dini viral di jagat medsos, sejumlah kesaksian kemudian terungkap. Banyak pihak yang berprofesi serupa dan mengakui pernah mendapat tawaran serupa. Upahnya  bervariasi tetapi sangat menggiurkan dengan kisaran Rp 10 juta hingga Rp 30 juta sekali manggung.
Pihak berwajib turuntangan mengusut isu tersebut. Kapolsek Kebayoran Lama, Komisaris Donni Bagus, mengatakan polisi akan menelusuri ihwal tumbal pesugihan di wilayah kerjanya (tempo.co, 1/7/2021).
Cerita yang seharusnya jadul itu memang perlu segera ditanggapi, apakah betul terjadi ataukah hoax di tengah pandemi. Siapa oknum  yang menawari MC Dini harus ditangkap dan diselidik motifnya.
Jika benar tumbal pesugihan akan terjadi maka jelas itu potensi kriminal. Pembunuhan yang direncanakan meski korban katanya ikhlas. Andai maksudnya hanya iseng tetap juga kriminal karena sudah membuat resah.
Soal pesugihan itu sendiri --jika benar-- banyak faktor  yang bisa menjadi penyebab. Mungkinkah pandemi menjadi salah satu sebab itu?
Seperti yang kita ketahui pandemi corona telah meluluhlantakkan ekonomi hingga porak poranda. Setahun lebih Covid-19 beroperasi banyak usaha gulung tikar dan bahkan negara pun harus mendulang utang.
Para pemilik usaha kelas kakap tentu bukan level penerima bansos seperti  rakyat biasa yang kebutuhan hidupnya berlangsung harian atau bulanan. Pengusaha-pengusaha tersebut urusannya omset dan utang piutang yang nilainya mencapai milyaran rupiah.