Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ahok Tolak Kartu Kredit Pertamina, Muncul Dokumen "Super Limit" Rp 420 M

30 Juni 2021   10:49 Diperbarui: 30 Juni 2021   16:42 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen super group credit limit yang dirilis media, 29/6/2021 (detik.com).

Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama:

"Justru kami minta (laporan data kartu kredit). Nanti jika dibuka bisa pada kaget."

Memperoleh  fasilitas kartu kredit dengan limit Rp 30 M Ahok justru keberatan.

Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama  menyoal fasilitas BUMN Pertamina berupa kartu kredit itu. Gajinya sudah besar dan tak perlu diperbesar.

Selain nominal limit yang kelewat besar, Ahok juga mengkritik relevansi pemberian fasilitas itu dengan kinerja perusahaan. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan setuju soal penghapusan fasilitas-fasilitas tambahan untuk pejabat perusahaan negara.

Terbaru, polemik kartu kredit Rp 30 M bertambah besar dengan beredarnya dokumen pagu kartu kredit Rp 420 M (detik.com, 29/6/2021).

Dokumen super group credit limit yang dirilis media, 29/6/2021 (detik.com).
Dokumen super group credit limit yang dirilis media, 29/6/2021 (detik.com).
Tanggapan terhadap gugatan Ahok

"Kegaduhan" yang dibuat Basuki Tjahaja Purnama itu sempat berbuah komentar, klarifikasi dan  serangan balik. Sejumlah anggota DPR, mantan menteri, hingga pejabat BUMN mengomentari ihwal kartu kredit Pertamina yang disoal Ahok.

Sebelum membuka permasalahan tersebut 15 Juni lalu, mantan Gubernur DKI ini mengaku sudah minta data ke pihak terkait sejak setahun lalu. Namun konfirmasi yang diminta Komut tak kunjung dipenuhi. Ahok diangkat menjadi Komisaris Utama Pertamina sejak November 2019.

Barangkali karena tak ada respon yang memadai maka akhirnya masalah tersebut diangkat ke publik. Hal inilah yang menjadi biang mengapa Ahok disebut bikin gaduh.

Politikus PKB Faisol Riza meminta Ahok agar membahas kartu kredit itu secara internal. Menurutnya yang ditunggu dari Pertamina adalah aksi korporasi berskala global.

Dari Gerindra Andre Rosiade malah misleading. Bukan inti persoalan mengenai fasilitas yang disorot, ia malah mengkritik wacana penghapusan fasilitas kartu kredit pejabat BUMN. Andre mengatakan bahwa sistem transaksi cashless (penggunaan kartu kredit) adalah salah satu bentuk transparansi.

Tanggapan positif muncul dari PAN. Anggota DPR Eko Patrio setuju soal penghapusan kartu kredit dan efisiensi BUMN. Soal Pertamina, ia mengharapkan agar masalah lain seperti kebakaran kilang juga ikut diselesaikan.

Komisi VI DPR Deddy Yevri menukik lebih dalam ke arah perundang-undangan yang mengatur hubungan direksi dan komisaris. Anggota dewan dari FPDIP ini menyasar  agar revisi UU BUMN dipertimbangkan.

Deddy Yevri, Komisi VI DPR (cnnindonesia.com, 23/6/2021):

"Misalnya Pertamina, itu hampir semua project jadi berantakan karena komisaris, PGN juga. Ini dispute-nya bikin terhambat kerja. Komisaris kan wakil pemegang saham, tapi bukan pemegang saham, seharusnya dia (lapor) ke Kementerian BUMN, bukan malah buat perusahaan terkatung-katung."

Kementerian BUMN sebagai pihak  yang membawahi  Pertamina turut menjelaskan.

Menurut Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN, limit kartu kredit Rp 30 M itu kolektif untuk seluruh pengguna. Berdasarkan penelusuran pihaknya limit untuk tiap personal cuma berkisar antara Rp 50 juta - 100 juta (kompas.com, 17/6/2021).

Membuka tabir inefisiensi BUMN

Penjelasan Arya --jika benar-- tentunya menjadi kabar baik. Pasalnya mantan Dirut Pertamina (2006-2009) Ari Sumarno mengatakan bahwa dahulu limit kartu kredit untuk direksi dan komisaris itu Rp 500 juta.  Berarti ada penurunan signifikan dari limit Rp 500 juta menjadi Rp 100 juta (cnbcindonesia.com, 25/6/2021).

Segudang persoalan yang diungkap Komut Pertamina Basuki Tjahaj Purnama (detik.com).
Segudang persoalan yang diungkap Komut Pertamina Basuki Tjahaj Purnama (detik.com).
Persoalan limit kartu kredit Rp 30 M ini sebetulnya kurang menarik untuk dibahas. Pertama, nilainya "cuma" Rp 30 M secara kolektif untuk seluruh jajaran petinggi BUMN sekelas Pertamina. Kedua, rapat umum pemegang saham Pertamina akhirnya menghapus fasilitas kartu kredit itu.

Dengan beredarnya dokumen 'super group credit limit' yang mencapai Rp 420 M, gugatan Komut Ahok menjadi semakin masuk akal terutama terkait jumlah dan transparansi penggunaan. Limit kartu kredit Rp 30 M itu lebih mungkin perorang, bukan kolektif.

Keterangan mantan Dirut Ari Sumarno yang menyebut Rp 500 juta sebagai plafon menjadi salah satu dasarnya. Apakah mungkin limit itu menurun dari Rp 500 juta tahun 2009 menjadi Rp 100 juta tahun 2020?

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan juga sempat tak percaya ketika dimintai konfirmasinya. Ia memastikan media agar tidak salah kutip soal nominal Rp 30 M itu.

Yang paling kentara adalah soal transparansinya. Pejabat sekelas komisaris utama saja tak mampu mengakses informasi keuangan yang diperlukan sebagai bahan untuk pengawasan apalagi yang bukan.

Semoga dokumen super group credit limit yang sampai ke media itu dapat membuka tabir dugaan banyaknya inefisiensi BUMN. Erick Thohir sendiri mengatakan bahwa BUMN kita kebanyakan tak mampu bersaing sebagai perusahaan yang sehat.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun