Fenomena relawan capres telah muncul dalam pemilu sebelumnya.
Posisi relawan tidak berada di bawah parpol dan bukan pula sejenis ormas. Meminjam istilah PDIP, organisasi relawan (capres) ini barangkali sejenis organisasi elektoral yang muncul terkait penyelenggaraan pilpres.
Meski sifatnya tidak permanen, dalam perjalanannya keberadaan organisasi relawan cukup diperhitungkan termasuk dalam pertimbangan mengisi  jabatan tertentu. Dalam konteks politik Indonesia  --atau di manapun-- balas jasa kepada pendukung atau relawan dianggap sebagai hal yang wajar.
Jika tujuan permulaan organisasi relawan itu murni aspirasi politik tanpa pamrih yang lalu diapresiasi  oleh pemenang pilpres dalam bentuk anugerah jabatan maka hal itu masih masuk akal. Tetapi jika sejak fase aspirasi  itu sendiri bermasalah maka kemungkinan adanya agenda lain atau tujuan lanjutan patut dicermati.
Sebagai contoh aspirasi Jokowi 3 periode, apa dasar legitimasinya jika Jokowi sendiri sudah secara terbuka menyatakan penolakan berkali-kali? Terlebih dalam sistem konstitusi kita proses tersebut sangat tidak mudah karena memerlukan amandemen UUD.
Berbeda dengan kemunculan gerakan  relawan  Jokowi dalam dua pemilu lalu yang  terasa lebih natural dalam konteks spontanitas dan alasannya.
Jokowi saat itu dianggap berprestasi dan berpotensi tetapi posisinya dalam partai lemah dan belum begitu diperhitungkan. Pengusung Jokowi memang PDIP dkk. tetapi tanpa dukungan massif relawan belum tentu Jokowi mendapat tiket alih-alih Megawati yang maju lagi.
Menyikapi pilpres mendatang, Jokowi sudah memberi arahan kepada para relawannya (yang ori) untuk bersabar menunggu cuaca. Ketika sudah tiba saat yang tepat  Jokowi tentu tak akan menunda keputusan.
Jokowi  (kompas.com, 14/6/2021):
"Mereka bertanya kepada saya. Pak, apa arahan Bapak pada kami dalam menghadapi Pilpres 2024. Kemudian bertanya lagi, apa yang harus kita lakukan? Pertanyaan berikutnya, masa kita diam saja pak? ...Di kesempatan yang baik ini ingin saya sampaikan, sabar, sabar dulu. Tidak usah tergesa gesa, enggak usah tergesa-gesa, nggak usah grusa-grusu."Â
Sangat jelas dan bukan gaya Jokowi membuat setingan-setingan politik sejenis wacana presiden tiga periode. Terlebih lagi, saat ini pemerintah sedang fokus menghadapi lonjakan Covid-19 varian baru yang lebih ganas.
Wacana berulang presiden 3 periode dengan imbuhan desakan kepada Jokowi untuk bersuara di sisi lain memperlihatkan pola serupa dalam kasus sebelumnya. Isu begal partai yang menimpa Demokrat bulan-bulan kemarin ujungnya Jokowi juga yang menjadi sasaran.
Presiden didesak untuk memberi penjelasan terkait dugaan keterlibatan Moeldoko di balik manuver beberapa kader Demokrat dan penyelenggaraan KLB Deli Serdang. Presiden juga mendapat tekanan politik untuk mencopot jabatan KSP Moeldoko yang terpilih sebagai ketum tandingan.