Buntut telepon Jokowi ke Kapolri ratusan preman dari berbagai daerah ditangkap polisi. Jokowi telepon Kapolri setelah mendengar pengaduan sopir truk di Tanjung Priok yang dipalak preman.
Uang palak yang diminta preman berkisar Rp 2000 hingga Rp 20000. Kerugian setiap sopir truk pengangkut barang dalam sehari bisa mencapai Rp 45000. Hal itu menambah beban biaya angkut yang harus ditanggung pengusaha dan konsumen.
Polisi kemudian segera bertindak. Jaringan Priok ternyata cukup banyak, ada 49 preman ditangkap. Kapolri Listyo Sigit juga menerbitkan telegram perintah. Preman di Indonesia harus diberantas. Hasilnya langsung muncul di koran.
Dari Makassar dilaporkan lebih dari 100 preman digelandang ke kantor. Di Batam Riau ada 25 yang digulung dengan bukti-bukti kuat. Jatim juga segera turun ke lapangan untuk bertindak (cnn.indonesia.com, 14/6/2021).
Wakasat Reskrim Polrestabes Makassar:
"Lokasinya di semua jalan protokol dan tempat yang dianggap rawan gangguan keamanan serta gangguan lalu lintas di Kota Makassar. Kami amankan sekitar 100 orang preman."
Respon masyarakat sangat baik dengan aksi polisi membasmi penyakit masyarakat ini. Coba dari dulu-dulu dan tak usah menunggu telepon Jokowi. Premanisme itu mengganggu ketertiban dan tugas polisi adalah menjaga agar ketertiban dan keamanan masyarakat.
Peristiwa pemberantasan preman pernah berlangsung pula tahun 80-an. Pada waktu itu terjadi gelombang penembakan yang menyasar preman atau gali. Penembak misterius (petrus) beraksi di malam hari. Mayat korban ditemukan warga pada pagi hari di ruang-ruang publik.
Catatan Wikipedia yang mengutip berbagai sumber, tahun 1983 tercatat 532 korban tewas. Pada tahun berikutnya "menurun" cuma 107 jiwa yang melayang. Tahun 1985 turun lagi jadi 74.
Seperti peristiwa yang terjadi saat ini, sejarah Petrus juga berawal dari Jakarta.
Dimulai dari pembongkaran jaringan kriminal tahun 1982 oleh Polda Metro Jaya, berlanjut Operasi Clurit tahun 1983. Dari Jakarta kemudian meluas ke berbagai daerah.
Dari ratusan korban itu betulkah semuanya adalah preman? Kemudian seberapa besar dosa masing-masing sehingga harus menerima azab secara merata? Hal ini yang kemudian menjadi pertanyaan, mulai era Soeharto hingga zaman Jokowi sekarang ini.
Tahun 2019 Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan bahwa tunggakan kasus-kasus lama akan diungkap satu demi satu termasuk Petrus. Namun demikian, kasus Petrus ini tantangannya berat. Menurut Mahfud MD bukti dan saksi dalam kejadian awal 80-an itu sudah hilang.
Menkopolhukam Mahfud MD (cnn.indonesia.com, 12/12/2019):
"Misalnya kalau diminta visum atas korban tahun 84? siapa yang mau visum? Petrus itu. Kan itu sudah tidak ada bukti, saksi-saksi, pelaku. Seperti itu yang akan diselesaikan."