Tanda OK menggunakan jari  tampaknya tak lagi oke.  Gestur telunjuk dan jempol  membentuk  huruf O itu ternyata bisa bermakna ganda. Dan bermasalah.
Gara-gara isyarat OK yang bukan OK itu pesepakbola Marko Arnautovic dicekik mulutnya. Bukan oleh siapa-siapa, tetapi oleh kapten timnya sendiri, David Alaba. Insiden itu terjadi saat Arnautovic justru baru saja mencetak gol untuk Austria. Menang 3-1 lawan Makedonia Utara.
Kronologinya, Arnautovic melakukan selebrasi gol ketiga secara berlebihan karena kesal jadi pemain pengganti. Ia juga mengucapkan kata-kata rasis yang ditujukan kepada etnis Albania yang banyak terdapat di Makedonia Utara. Untuk itulah maka Alaba dengan segera membungkam Arnautovic.
Gestur OK kini tak bisa sembarangan lagi digunakan. Menurut  organisasi yang menentang ujaran kebencian dan pencemaran nama baik, Anti Defamation League (ADL), gestur tersebut diam-diam digunakan juga sebagai simbol white power supremacy.
Ketika telunjuk dan jempol membentuk lingkaran, maka tiga jari yang lain berdiri tegak. Ketiga jari tersebut membentuk huruf W, sementara O nya ternyata dipelesetkan jadi kepala huruf P. Jadilah WP, akronim dari white power.
Bukan hanya insiden saat laga Euro 2020 itu saja. Tahun 2020 kemarin polemik gestur OK itu sempat mencuat dalam kampanye Presiden Donald Trump di Amerika Serikat. Seorang pendukung Trump garis keras memperlihatkan simbol white power itu  di belakang Trump yang sedang berorasi  dalam kampanye di Florida.
New York Times, 2019 (forbes.com, 24/10/2020):
Neo-Nazis, Ku Klux Klansmen and other white nationalists use the gesture in public "to signal their presence and to spot potential sympathizers and recruits".
Simbol OK yang  bermakna WP itu kini sudah dikategorikan hate symbol oleh ADL. Ada 36 isyarat, yang dianggap ADL sebagai ujaran kebencian dan karena itu harus dihindari.
Ada pula yang membela bahwa simbol OK tetaplah simbol OK seperti yang dijelaskan blogger John M Kelly di situs emojipedia.org. Namun tetap saja Kelly menyodorkan alternatif pengganti simbol OK yang sudah kadung populer itu.
Sebagai contoh yaitu ORION, singkatan dari Our Race Is Our Nation. Tanda 'tidak sama dengan' dalam matematika juga diterjemahkan sebagai 'not equal'. Kemudian kombinasi angka 1-11 atau 111 maksudnya adalah huruf A dan K, singkatan dari Aryan Knights. Ada pula gambar kepala anjing Pit Bulls, melambangkan kegigihan  perlawanan orang kulit putih.
Di dunia olahraga sendiri hal itu masih menjadi PR besar yang tak akan pernah berakhir. Selalu muncul insiden ungkapan rasis yang dipertontonkan dan dikampanyekan. Meski hukuman atau  denda  sudah diterapkan tetapi pelaku tampaknya tak pernah jera.
Memang susah meladeni otak rasis. Berbagai cara dan media menjadi ajang untuk mengekspresikan ujaran kebencian dan keangkuhan ras. Simbol yang populer pun terkena getahnya. Masak kita harus cari pengganti emoji OK yang kerap kita gunakan?
Mudah-mudahan OK tetap selamanya OK dan tidak menjadi WP. Susah cari gantinya dan sulit pula menghakimi  maksud pengungkapan  jika maknanya ternyata ganda dan berlawanan.
Dalam kasus Arnautovic di atas, untung dia jelaskan makna gestur jarinya dengan ungkapan kata-kata. Â Jadi tak salah jika Alaba segera mencekik mulut kotornya yang tidak pakai saringan itu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H