Foto SBY di warung tahu Sumedang tempat pertemuan Anies Baswedan-Ridwan Kamil mungkin  menyimpan lebih banyak makna. Sebagai  sebuah pesan politik hal itu boleh dikatakan cukup berhasil.
Muara dari pesan tersebut jelas Pilpres 2024 terutama jika kita runut  manuver Anies dan Kang Emil belakangan.
Dengan penambahan  setingan teh botol yang tampak dalam pertemuan di atas, adakah pesan yang ingin mereka sampaikan pula ke PDIP?
Sebelumnya politisi PDIP Bambang Pacul mengatakan bahwa ia mendukung Puan Maharani sebagai wakil untuk siapa pun capres yang didukung.  Pernyataan Bambang Pacul diungkapkan dengan  irama kalimat yang mirip tagline teh botol yang legend itu.
Status Anies saat ini bisa dikata sebagai nyaris capres. Melihat elektabilitasnya dalam survei yang menyaingi Prabowo dan Ganjar Pranowo, Anies dapat diandalkan untuk bertarung dalam pemilu. Puan Maharani  belum ada yang menggadang selain elit PDIP sendiri.
Elektabilitas Puan memang payah bahkan dibanding rekan separtainya, Â Ganjar Pranowo. Masih sulit diharapkan menduduki posisi capres sehingga kursi wakil adalah pilihan paling logis untuk putri Megawati tersebut.
Menjadi  cawapres pendamping  Anies sejauh ini memang memungkinkan dengan dua catatan. Pertama, jika Prabowo  tidak jadi maju. Kedua, Anies masuk partai apa pun dalam koalisi petahana selain PDIP, dan bukan pula ke Demokrat atau PKS.
Masuk PDIP berarti nanti akan terjadi double kader jika Anies berpasangan dengan Puan. Sama dengan formasi Ganjar-Puan. Partai anggota koalisi yang lain pasti keberatan.
Berganung Demokrat atau  PKS lebih kecil peluangnya, keduanya sudah digariskan  PDIP sebagai parpol yang diharamkan untuk berkongsi. Alasan yang dikemukakan yaitu adanya perbedaan ideologis dan pakem berparpol.
Demokrat diam-diam menyusun strategi
Dari sudut pandang Demokrat, sikap PDIP yang enggan bekerjasama itu tidak kemudian membuat gentar. Andi Arief  santai menanggapi, Belanda masih jauh katanya.
Meskipun mencoba terlihat santai tetapi fakta menunjukkan bahwa Demokrat begitu agresif tahun 2021 ini.
Awal tahun Demokrat melempar isu begal partai dan KLB Deli Serdang yang melibatkan KSP Moeldoko. Karena ada Moeldoko sebagai representasi istana maka Demokrat bisa gencar menyerang petahana. Serangan yang berupa tudingan keterlibatan istana lalu dikonversi menjadi popularitas dan elektabilitas dalam survei.
Manuver out of the box juga yang tampaknya sedang dimainkan Demokrat sekarang. Kali ini melibatkan Anies dan Ridwan Kamil yang juga bukan anggota partai seperti halnya Moeldoko dulu.
Dengan bantuan peran Khofifah Indar Parawansa dari PKB, Demokrat sedang bersiap mendominasi Jawa. DKI Jakarta, Jabar, dan Jatim adalah tiga provinsi paling berpengaruh dilihat dari jumlah pemilih dan sekaligus dapat menjadi motor penggerak. Menguasai  Jawa berarti (lebih mudah) menguasai Indonesia.
Tetapi bukankah tak satu pun dari mereka yang merupakan kader Demokrat? Untuk menelisik jawabnya marilah kita periksa fakta-fakta berikut.
Anies saat ini memang masih independen tetapi ia merupakan gubernur yang diusung Demokrat pasca kekalahan AHY pada putaran pertama Pilgub DKI. Khofifah juga bukan kader tetapi  wakilnya yaitu Emil Dardak berasal dari Demokrat.
Kang Emil bahkan tidak diusung Demokrat dalam Pilgub Jabar yang dimenanginya. Namun begitu  ada sinyal kuat bahwa mantan Walikota Bandung itu condong kepada Demokrat.
Buktinya yaitu pernyataan bahwa Jabar tidak akan mengganggu kepemimpinan AHY belum lama ini. Jika dipikir baik-baik, apa hubungannya antara jabatan gubernur dengan urusan jaminan keamanan satu parpol?
Fakta  lain yaitu momen kebersamaan Kang Emil membonceng AHY keliling kota Bandung yang berlanjut acara ngopi  bareng. Juga acara pertemuan dengan Anies di  Sumedang yang memperlihatkan foto keluarga SBY seperti yang diceritakan tadi.
Dari pertemuan itulah kita dapat menguak tabir lebih banyak soal manuver Demokrat.  Ada benang merah yang dapat ditelusuri  lewat perjalanan Anies ke sejumlah daerah.
Sebagai informasi, kegiatan blusukan Anies ke pelosok itu dikomunikasikan sebagai kegiatan yang berhubungan  dengan masalah ketahanan pangan warga DKI. Kemasan luarnya berupa  acara panen raya padi dan pertemuan dengan kelompok tani. Namun jika kita cermati, di balik tumpukan karung gabah ternyata ada jalinan simpul-simpul  yang bertautan.
Anies menjajagi dukungan di Jawa
Sumedang di Jawa Barat merupakan kota terakhir yang disambanginya. Sebelum itu, mantan  Rektor  Paramadina itu telah mengunjungi Cilacap di Jawa Tengah; kemudian Ponorogo, Ngawi, Madiun di Jawa Timur; dan Sragen-Karang Anyar di Jawa Tengah juga. Sempat pula Anies menyisihkan waktu bertemu skuad Persija di Solo.
Acara panen raya di Cilacap terjadi 16 April lalu. Kota-kota lain yang berada dalam satu rangkaian kunjungan  Anies pada 24-25 April yaitu Ngawi, Madiun, Ponorogo, Sragen, dan  Karang Anyar.
Bupati Sumedang Doni Ahmad Munir adalah kader PPP. Berpasangan dengan Erwan Setiawan, Doni berhasil memenangkan Pilkada Sumedang 2018 dengan dukungan PPP, PAN, Golkar dan Demokrat.
Cilacap, Â itu juga termasuk wilayah Demokrat. Bupati terpilih Tatto Suwarto Pamuji bersama Syamsul Aulia Rahman dalam Pilkada Cilacap 2017 diusung PKB, PAN, Golkar, dan Demokrat.
Demikian pula Madiun dan Ngawi . Di wilayah yang masuk teritori Jatim ini Gubernur Khofifah Indar Parawansa bahkan mendampingi Anies langsung.
Sragen dan Ponorogo bupatinya bukanlah  dukungan Demokrat. Sragen bahkan dipimpin kader PDIP.  Namun berbeda dengan kota-kota yang tadi, kunjungan Anies di Sragen dan Ponorogo tidak terkait dengan pejabat pemerintah.
Di Sragen --plus Karang Anyar-- Anies bertemu dengan pengusaha beras sekaligus loyalis yang mendorongnya untuk maju pilpres, Billy Haryanto. Dalam kunjungan ke Sragen,  Anies diterima di gedung yang disebut sebagai  Joglo Kemenangan Anies, Capres 2024. Simpul ini beroperasi di Solo Raya.
Kemudian Ponorogo, itu tidak ada urusan dengan beras Anies Baswedan. Di sana ia bermalam di Tegalsari dan berziarah ke makam Kyai Ageng Besari. Tautan penghubungnya yaitu rumah joglo yang saat ini dirawat (dimiliki?) Anies berasal dari Desa Tegalsari itu.
Kesimpulan yang dapat ditarik, kunjungan Anies ke beberapa daerah di Jabar, Jateng, dan Jatim selalu berhubungan dengan kepala daerah yang didukung Demokrat. Sementara di luar kekuasaan Demokrat, Anies menggunakan jalur penghubung di luar struktur pemerintah.
Teh botol adalah kunci
Dengan menimbang beberapa hal  tadi, pesan simbolik yang ingin disampaikan dalam pertemuan Anies-RK di Sumedang bisa berarti dua hal.
Pertama, pesan itu adalah improvisasi Anies-RK untuk menjajagi peluang formasi  Anies-Puan. Meski sulit tetapi kemungkinan itu tetap ada. Salah satunya yaitu jika Anies masuk Gerindra dan Prabowo tidak jadi maju.
Keunggulan formasi ini adalah Gerindra dapat berekonsiliasi dengan loyalis Anies yang sempat kecewa dengan bergabungnya Gerindra ke kubu PDIP. Anies sendiri cukup dekat dengan Demokrat dan sempat berada di barisan Jokowi bersama PDIP dalam Pilpres 2014. Prabowo tidak tertutup kemungkinan mengurungkan niat maju pilpres karena faktor usia dan memilih jadi king maker.
Kedua, pesan itu berasal dari Demokrat sebagai sindiran atau parodi atas isu yang sedang berkembang di PDIP.
Makna yang dititipkan dari foto SBY dan elemen teh botol itu adalah bahwa Demokrat saat ini setara dan siap berlaga seperti halnya PDIP. Bedanya, PDIP ingin Puan jadi cawapres dan dalam posisi mencari capres; Demokrat sudah punya capres dan saat ini sedang mencari cawapres.
Terkait dengan kemungkinan  partai  merekrut  Anies, syarat mengusung capres sebesar 20%  kursi parlemen dan peluang duet Anies-AHY tentu jadi pertimbangan. Anies terkendala masuk Demokrat jika AHY mau diposisikan cawapres. Untuk menambah syarat suara parlemen yang masih 15%, Anies bisa masuk partai ketiga lain di luar Demokrat+PKS untuk mengikat koalisi yang akan mengusungnya.  Â
Beberapa partai yang tergabung koalisi petahana sangat mungkin keluar barisan dan memperkuat oposisi  nanti. Nasdem dan PKB masing-masing memiliki sekitar 9% suara. Golkar juga mungkin.
Apa pun itu untuk sementara Demokrat terlihat sedang percaya diri menghadapi Pemilu 2024 nanti. Â Di pihak lawan, PDIP masih menyimpan tenaga yang sesungguhnya antara lain faktor Jokowi yang masih belum menyatakan sikap.
Terbaru, Jokowi menginstruksikan relawan pendukungnya untuk bersabar mencermati situasi. Jika situasi semakin krusial dan suara relawan menjadi penentu maka kekuatan mereka dapat mempengaruhi formasi yang akan diusung PDIP.
Demokrat dan Anies tentu tak sabar juga. Blusukan Anies ke daerah-daerah yang jauh di luar DKI dengan dukungan Demokrat adalah buktinya. Posisi tawar diperkuat hingga pada saatnya akan mampu memecah kongsi petahana yang sudah terlalu tambun.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H