Dalam dunia persilatan atau olah kanuragan, semakin  lama seorang petarung malang melintang maka semakin tinggi pula kesaktiannya. Dengan satu dua jurus saja segerombolan  jawara newbie dapat dilumpuhkan oleh seorang resi berjubah putih dengan jenggot menjuntai yang juga putih .
Dalam dunia olahraga hal itu berbeda sifatnya. Meski sama-sama berkaitan dengan aspek fisik. Peribahasa tua-tua keladi, semakin tua semakin jadi tidak sepenuhnya berlaku.
Atau dunia persilatan itu jangan-jangan sebenarnya lebih banyak beririsan dengan imajinasi dan metafisik. Dibesarkan dalam dunia komik.  Di alam nyata,  bahkan seorang atlet cabang olahraga silat kemampuannya akan dibatasi juga oleh faktor  U --umur atau usia.
"Kapan pensiun?" lebih kejam dari "Kapan married?"
Di jagat olahraga kontemporer tingkat elit, faktor U ini menjadi isu yang sedang menggentayangi dua sosok utama. Cristiano Ronaldo, sepakbola; Valentino Rossi, balap motor roda dua.
Ronaldo CR7 (36) belum setua Zlatan Ibrahimovic (39), tetapi kompetitor pentingnya secara individu yaitu Lionel Messi  berusia 3 tahun lebih muda. Ketika usianya masuk 35 pada tahun 2020, pertanyaan kapan pensiun sudah mendera CR7. Seperti pertanyaan kapan married untuk pemuda berusia 25.
Tampaknya pesepakbola asli Portugal ini jengkel mendengar pertanyaan soal pensiun. Buru-buru ia menepis bahwa sampai umur 40-an ia akan terus merumput.
Referensi publik tentu bukan persepsi CR7 tentang kemampuan dirinya. Bukan pula batas usia pensiun pegawai negeri 60 tahun. Yang menjadi patokan adalah bintang-bintang baru  debutan yang mengawali karir sepakbola level tertinggi.
Kylian Mbappe saat ini 22, debut pertama laga profesionalnya di Monaco dilalui saat usia 16. Erling "The Terminator" Haaland umur 20, karier seniornya di Bryne tercatat sejak 2015 lalu.
Tekanan psikologis pertanyaan 'kapan pensiun' yang lebih kejam dari 'kapan married' ini bagi pemotor Valentino Rossi juga tampaknya tak kalah berat. Kegagalan demi kegagalan naik podium semakin memperkuat pendapat umum bahwa saatnya gantung helm sudah tiba.
The Doctor memang sudah 42. Meskipun naik motor tidak lebih lelah dari lari-lari mengejar bola, tetapi aspek fisik berpengaruh pada konsentrasi dan koordinasi motorik. Setelah (cuma) berhasil meraih 15 poin dari tujuh balapan, pemotor bernomor 46 ini dirumorkan akan rehat permanen Juni 2021 ini.
Mengapa atlet olahraga tidak sama dengan atlet olah kanuragan? Apa yang menjadi faktor bagi seorang olahragawan pro harus mundur teratur?
Soal kebugaran fisik tentu yang utama. Secara rata-rata manusia normal, stamina --terutama CR7-- pasti  masih unggul. Massa ototnya lebih tegas, kapasitas asupan oksigennyanya lebih lega. Akan tetapi di antara sesama kompetitor mereka yang masih muda, selisih kemampuan stamina ini lama kelamaan akan terpaut semakin lebar.
Pada batas usia tertentu faktor kebugaran ini dapat dikompensasi oleh meningkatnya kemampuan skill dan kekayaan variasi gaya. Fitur inilah yang menjadi keunggulan modal ketika bersaing melawan tenaga-tenaga muda. Hal itu yang menjelaskan mengapa karier beberapa pemain mampu bertahan lebih lama.
Giovanni Mauri, asisten Carlo Ancelotti  (kompas.com, 5/2/2021):
"Saya telah bekerja dengan banyak pemain sepak bola di usia empat puluhan, dari (Paolo) Maldini hingga (Alessandro) Costacurta. Ketika saya di PSG saya yakin (Zlatan) Ibrahimovic akan bermain hingga berusia 40 tahun. Mereka semua adalah atlet dengan kelenturan yang tinggi terlepas dari kekuatan mereka."
Selain faktor internal kemampuan fisik, faktor eksternal juga patut diperhitungkan. Bahkan jika seandainya seseorang dapat mengalahkan dirinya sendiri dalam arti masalah penuaan tidak terjadi.
Hipotesis Medawar
Peraih Nobel Kedokteran mendiang Peter Medawar (1960) sempat mengajukan hipotesis terkait masalah ini. Tema makalah tentang evolusi penuaan (1952) yang menjadi perhatiannya menguak hubungan seleksi alam dengan kemampuan individu bertahan hidup.
Dengan cerdik Medawar membuat eksperimen analogi tabung reaksi di laboratorium. Jika tabung itu pecah maka akan diganti dengan yang baru (usia 0). Tentunya tabung itu sama saja kekuatannya. Tabung lama akan retak jika terjatuh, tabung baru akan pecah jika dibanting. Faktor U di sini tidak diperhitungkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan "bertahan hidup".
Warisan dari orang tua mungkin lebih sedikit dibanding piring gelas yang dibeli oleh generasi keluarga saat ini. Akan tetapi populasi barang pecah belah itu tentu akan lebih banyak dibanding dengan yang berasal dari warisan nenek atau buyut. Semakin berkurangnya populasi tersebut karena faktor lain yaitu karena pecah atau hilang.
Dalam kasus Ronaldo yang dikatakan ingin menyaingi  Pele atau berambisi meraih Piala Dunia, soal kebugaran fisik mungkin masih gres. Namun sepakbola adalah permainan tim di mana kemampuan individu hanya berperan sebagai salah satu komponen.
Timbal baliknya, pencapaian tim akan memberikan efek langsung kepada masing-masing individu juga. Kemenangan tim akan semakin meningkatkan kepercayaan diri seluruh pemain tanpa kecuali. Sebaliknya, kekalahan tim akan memberikan pukulan psikologis terhadap individu.
Kepercayaan diri CR7 sebagai individu --dan persepsi publik-- berkorelasi dengan prestasi tim. Ketika tim kalah secara beruntun maka publik langsung melirik faktor U dan lalu terlontarlah pertanyaan 'kapan pensiun?'.
Dalam lingkup Timnas Portugal, faktor eksternal (di luar dirinya) yang berupa materi pemain timnas akan berpengaruh secara kumulatif dalam kompetisi Piala Dunia dan laga internasional lainnya. Juga pada level klub yaitu Juventus yang sedang dibelanya saat ini. Keseluruhan aspek tim --termasuk motivasi atau mental bertanding masing-masing pemain-- akan menentukan raihan prestasi Juventus.
Lantas, jika faktor individu ini hanyalah elemen kecil dari totalitas performa sebuah tim bagaimana dengan kasus Valentino Rossi yang notabene bertarung secara individu sebagai pabalap?
Meskipun Rossi bermain secara individu tetapi ia juga tergantung pada performa mesin motor yang ditungganginya. Kompetisi Rossi melawan pebalap lain melibatkan tim dari berbagai merk motor yang ada di balik persaingan MotoGP Â di lintasan arena balap. Ketika The Doctor gagal naik podium hal itu berarti kegagalan performa motor dengan derajat kontribusi sekian persen.
Demikian tadi jika analisis Medawar kita terapkan pada Ronaldo dan Rossi. Jika penuaan tidak berpengaruh terhadap performa atau prestasi mereka, akan ada faktor lain yang akan memaksa mereka turun panggung pada saatnya nanti.
Tentang peribahasa tua-tua  Colocasia esculenta, semakin tua semakin digdaya, apakah masih layak dipertahankan? Tentu saja masih, di bidang lain dan termasuk juga di dunia olahraga dengan batasan rentang waktu tertentu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H