Soal perbedaan dengan Pilpres 2014 lalu di antaranya yaitu suara publik yang mendukung Ganjar tidak sekuat dukungan terhadap Jokowi dahulu. Sebaliknya, saat ini posisi Gubernur DKI yang dipegang Anies Baswedan malah menjadi salah satu batu sandungan elektabilitas Ganjar selain kandidat lawas yaitu Prabowo Subianto.
Perbedaan lainnya yaitu soal masa jabatan. Pada saat Pilpres 2014, Jokowi sedang mengemban amanat kegubernuran, masih menjabat dan elektabilitasnya sedang memuncak. Berbeda dengan Ganjar Pranowo yang akan mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2023. Jika tidak mampu eksis mengisi jeda menjelang Pilpres 2024 bukan tidak mungkin suara Ganjar akan terpuruk habis.
Akan halnya dengan Puan Maharani sendiri hingga saat ini masih tampak sulit muncul ke permukaan untuk dilirik calon pemilih. Skenario terbaik yang mampu melambungkan suara Puan salah satunya adalah formasi duet Prabowo-Puan dengan Ketum Gerindra sebagai  pembuka jalan menarik simpati pemilik suara. Namun tentu kurang bagus secara politik jika hanya mengandalkan figur lain yang apalagi bukan kawan separtai.
Satu-satunya jalan adalah Puan harus mampu membangun citra elektabilitasnya sendiri. Sinyal survei berjilid-jilid yang masih belum berpihak kepadanya harus ditanggapi serius jika niatnya memang mau maju berkontestasi dalam Pilpres 2024.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H