Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Regenerasi Dinasti Politik PDIP, Beda Kasus dengan Demokrat

12 April 2021   21:58 Diperbarui: 13 April 2021   03:24 1969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hendrawan Supratikno (detik.com, 12/4/2021):

"Bu Puan lebih banyak bergerak di 'hilir' atau fraksi, eksekutif, dan hubungan antarlembaga, Mas Nanan lebih banyak di 'hulu' atau konsolidasi partai, penempatan kader di badan/organisasi sayap."

PDIP-Demokrat sama-sama kena stigma  dinasti politik. Maksudnya memang mau begitu atau tidak begitu tetapi pandangan publik sudah sulit dihindari. 

Baik SBY di Demokrat maupun Megawati keduanya sama-sama memiliki keturunan biologis yang aktif berpolitik. Pada satu titik tertentu penempatan anak-anak kandung dalam struktur kepengurusan partai akan beririsan satu sama lain. Irisan wilayah kepentingan itu jelas berpotensi menimbulkan rivalitas.  Lantas pertanyaan pun muncul, bagaimana mereka --SBY dan Megawati-- mengelola dinamika di antara pewaris-pewaris mereka?

Di antara kedua parpol warisan presiden itu ada perbedaan mendasar berkaitan dengan proses dan atau permasalahannya.

Ada dua tingkat dinamika terkait bagaimana proses regenerasi di antara Demokrat dengan PDIP. Yang pertama relasi internal dalam lingkaran keluarga elit sebagai "pemilik" partai. Yang kedua relasi antara darah biru partai dengan pihak luar yaitu yang masih sesama kader.

Demokrat kelihatannya  sudah selesai dalam dinamika internal keluarga. 

Agus Yudhoyono, AHY, langsung mendapat kepercayaan dari bapaknya, SBY, untuk meneruskan estafet kepemimpinan. Meskipun Edhy Baskoro, Ibas, lebih dahulu bergelut dengan partai tetapi hal itu tidak serta merta berpengaruh. Begitu juga dengan  AHY yang sebelumnya berkarier di dunia militer. Tiba-tiba saja ia mengajukan resign agar dapat berkiprah dalam politik. Faktor SBY dominan di dalam penentuan keputusan ini.

Adem di dalam belum tentu asyik di luar. Terkait hubungan sesama kader Demokrat antara keluarga SBY dengan pihak non-keluarga,  perjalanannya tak selalu mulus. Sekarang sedang begitu.

Inisiatif SBY untuk mendaftarkan Demokrat sebagai  trademark --hak kekayaan intelektual-- miliknya kepada Dirjen HAKI mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Hencky Luntungan dari kubu Moeldoko berniat membantah soal kepemilikan ini jika Kemenkumham memutuskan untuk mengakuinya.

Sebelumnya pihak SBY juga bersengketa dengan kubu Anas Urbaningrum dan loyalisnya. Belum lagi kasus-kasus migrasi kader seperti Ruhut Sitompul dan Ferdinand Hutahaean.

Berbeda dengan Demokrat, partai yang dipimpin Megawati lebih solid saat ini. Pengalaman dan kompetensi politik Megawati memang belum  ada saingan. Secara historis jenjang karier eksekutif dan legislatif lengkap; Mega pernah di DPR, wakil presiden, dan sekalian presiden. Juga soal riwayat genealogi dirinya yang notabene adalah anak kandung biologis dan ideologis Soekarno.

Regenerasi hingga masa Megawati  saat ini relatif aman, terlebih fakta mengatakan perubahan dari PDI menjadi PDIP berada pada masa kepemimpinannya. Bukan berarti sepenuhnya 100% mulus, persaingan antara putra putri Bung Karno sendiri kerap terjadi. Namun demikian legitimasi dari kalangan akar rumput dan elit  lebih condong memihak Megawati.

Skenario pasca-Megawati  yang kemudian memantik berbagai spekulasi. 

Satu kemungkinan, PDIP punya opsi terbuka untuk  merekrut figur di luar garis Soekarno dan menjelma jadi partai modern. Opsi lainnya yaitu mewariskan kepemimpinan di antara putra putri Mega. Dua yang paling mengemuka adalah Puan Maharani dan Prananda Prabowo seperti yang dikatakan Hermawan Supratikno di atas.

Model "pembagian wilayah kekuasaan" partai  yang dipostulatkan sebagai solusi untuk mengakomodir kedua kandidat ini.

Puan Maharani yang lebih luas dikenal sebagai pejabat publik kebagian wilayah hilir. Dulu Puan berpengalaman menjadi Menko PMK  pada masa kepresidenan Jokowi yang pertama. Sekarang kariernya merambah di legislatif sebagai Ketua DPR.

Sementara itu Prananda Prabowo di pihak lain belum terdengar memegang jabatan publik apapun. Menyesuaikan dengan kondisi tersebut Prananda mendapat kepercayaan untuk mengurus area hulu yang menyangkut urusan internal partai.

Bagaimanapun pembagian di atas kertas selalu tampak mudah. Pada kenyataannya cara atau metode pemisahan hulu dan hilir itu tidak segampang membelah pinang menjadi dua.

Megawati didampingi Puan Maharani dan Prananda Prabowo menjelang pemilihan dalam Pemilu 2019 (kompas.com/ Abba Grabillin).
Megawati didampingi Puan Maharani dan Prananda Prabowo menjelang pemilihan dalam Pemilu 2019 (kompas.com/ Abba Grabillin).

Muhammad Prananda Prabowo

Jabatan sekarang: Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi

Kelahiran: 23 April 1970 (usia 50 tahun)

Orang tua: Megawati Soekarnoputri, Surindro Supjarso


Dr. Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi, S.I.Kom.

Jabatan sekarang: Ketua DPR 

Kelahiran: 6 September 1973 (usia 47 tahun), Jakarta

Orang tua: Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas

Masa jabatan Puan Maharani sebagai Ketua DPR selesai 2024 yaitu saat Kongres PDIP berikutnya. Apakah jabatan Puan "di hilir" pada waktu itu?

Mending jika duet Prabowo-Puan atau opsi lain membawa  keberuntungan untuk menjabat RI 1 atau 2. Tetapi setelah itu agaknya mustahil Puan baliklagi menjadi menteri. Masih lebih mungkin kariernya seperti  Fadli Zon yang setelah Wakil Ketua DPR terus menjadi anggota biasa.

Prananda juga belum telihat skill politiknya. Klaim Hermawan bahwa ia cakap dalam urusan internal belum terbukti juga. Masih perlu tahap-tahap pembuktian selanjutnya hingga putra Megawati  ini memperoleh legitimasi pengalaman mengelola partai.

Pembagian wilayah kerja kedua calon ini lebih pada upaya penenang agar internal tidak bergejolak terlalu kencang. Soal kepemimpinan partai mau tidak mau harus ada satu. Mana yang lebih berpengaruh  dan lebih berkompeten akan memiliki peluang lebih besar.

Agaknya soal pembuktian ini yang sedang berada di dalam pikiran dan pertimbangan Mega. Oleh karena itu meskipun kongres partai masih jauh tetapi secara sadar isu regenerasi digelindingkan ke publik secara terbuka.

Tujuannya yaitu agar sosok-sosok yang merasa pede maju ke depan punya lebih banyak waktu untuk menunjukkan prestasi dan kemampuan. Secara tak langsung masa tiga tahun ke depan adalah ajang untuk menunjukkan kemampuan.

Posisi SBY di dalam Demokrat --versi dirinya-- relatif setara dengan Megawati di PDIP. Akan tetapi Megawati tampaknya tidak akan semudah SBY memutuskan begitu saja siapa penerus kepemimpinannya nanti.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun