Sebelum kejadian pun sejumlah terduga  dibekuk aparat. Pada bulan Januari lalu Densus 88 dan Polda Sulsel berhasil meringkus 20 orang terkait indikasi jaringan teror.
Merujuk pada data BIN bahwa ada ratusan peserta baiat ISIS di Sudiang tahun 2015 itu membuktikan bahwa sejak 2000 potensi teror masih tinggi. Selama 6 tahun itu berapakah yang sudah terungkap? Adakah yang ikut deradikalisasi? Kemudian, masih ada berapa lagi yang masih di luar sana?
Ketika 2015 itu indikasi aktivitas jaringan sudah tercium mestinya respons sepadan segera dilakukan untuk mengejar data individu dan pergerakan mereka. Sejauh apa penanaman ideologi teror terbentuk perlu diulik. Jaringan ke atas, ke bawah, dan relasi horizontal-lateral perlu dikaji.
Namun nyatanya tahun 2019 lalu Menkopolhukam Wiranto dan rombongan kena imbasnya pada waktu kunjungan ke Lebak, Banten . Wiranto menjadi korban serangan yang dilakukan sepasang suami istri.
Budi Gunawan, Kepala BIN (merdeka.com, 20/10/2019):
"Dari dua pelaku ini, kita sudah bisa mengindentifikasi bahwa pelaku adalah dari kelompok JAD Bekasi. Kita tahu bahwa saudara Abu Rara ini, dulu adalah dari sel JAD Kediri, kemudian pindah. Sudah kita deteksi pindah ke Bogor, kemudian karena cerai dengan istri pertama pindah ke Menes."
Temuan yang terungkap menunjukkan bahwa pelaku bom Katedral Makassar dengan pelaku penusukan Wiranto di Menes, Lebak, itu ternyata sama-sama terafiliasi  Jamaah Ansharud Daulah, JAD. Aksinya juga serupa, tandem suami-istri yang menikah tak lama sebelum hari H.
Sejauh ini aparat mungkin sudah menangkal sekian puluh atau ratus rencana aksi, tetapi yang 2 tadi ternyata masih lolos juga. Selain JAD memang ada pula kelompok-kelompok lain yang masih berkeliaran dan menunggu kesempatan. Namun data Lab 45 menunjukkan bahwa JAD lebih aktif pada masa Jokowi.
Saran pencegahan, kontra-wacana
Pemerintah selain harus bekerja keras mengulik data potensi dan pergerakan pelaku, perlu  juga harus memikirkan tindakan pencegahan. Pasutri Abu Rara dan istri sebelum beraksi melakukan serangan terhadap rombongan Wiranto ternyata sudah dipantau selama 3 bulan.
Soal data kependudukan pemerintah juga perlu memiliki data lengkap dan solid terkait potensi personal yang terindikasi. Tak hanya data pribadi tetapi juga catatan perkawinan dan jejak perpindahan/ migrasi.
Selain tindakan kuratif mengatasi permasalahan yang sudah kadung terjadi, saran pengamat penting didengar dan diwujudkan untuk membendung transformasi gagasan teror. Penangkapan massal oleh aparat belum tentu sebanding dengan gerak cepat perekrutan yang dilakukan para pelaku teror. Perlu dilakukan kontra-wacana untuk melawan ideologi teror trans-nasional.
Al Chaidar, pengamat terorisme Unimal (bbc.com, 28/3/2021):
"Pemerintah dalam hal ini sepertinya tidak punya imajinasi untuk membendung ideologi itu. Padahal banyak ahli keagamaan seperti di UIN, UI, UGM yang memiliki kemampuan untuk counter-discourse."