Pelaku pembunuh pasangan suami istri --KEN dan NS-- di Serpong, Tangerang Selatan sudah ditangkap polisi (kompas.com, 14/3/2021). Tersangka WA adalah mantan pekerja bangunan yang pernah membantu di rumah korban.
Menurut pengakuan WA, motifnya adalah karena merasa sakit hati sering diomelin dengan kata-kata kasar, ditunjuk-tunjuk pakai kaki, dan pernah ditempeleng dua kali. Perlakuan tersebut dilakukan oleh kedua korban pada rentang waktu antara 22 Februari hingga 8 Maret.
Soal sakit hati atau kecewa sebagai pihak yang pernah menggunakan jasa pekerja bangunan, kita juga mungkin pernah mengalami. Hasil pekerjaan tidak rapi, lamban, atau tidak sesuai arahan yang kita sampaikan dalam briefing sebelumnya.
Di rumah ortu dahulu, beberapa kali terjadi kerja tukang tak sesuai ekspektasi. Bukan keinginan yang melangit muluk-muluk, cuma minta tolong membetulkan genteng. Namun yang terjadi bocor di langit-langit yang lama hilang ... bergeser ke tempat lain di sebelahnya.
Jika kejadian tunggal mungkin saya percaya ada technical error atau faktor lain yang tak terduga. Tetapi ketika kali lain terjadi hal serupa --dengan pekerja yang berbeda-- lalu muncul pikiran, jangan-jangan model kayak ginian ini cuma modus. Tujuannya adalah agar proyek bertambah mulur meski sehari dua. Ada indikasi ketidakwajaran dalam kerusakan yang terjadi.
Kasus lain menimpa ibu saya. Pekerjaan merenovasi rumah melenceng jauh dari keinginan. Tak hanya itu, ekonomi biaya tinggi rehab jadi tidak rasional. Ya sudah, kerjasama lalu dibatalkan sepihak. Ibu saya memilih menghentikan kerjasama di tengah jalan daripada rugi bandar. Namun sebelumnya disampaikan baik-baik dan kepala proyek juga bisa menerima.
Pengalaman di tempat kerja pernah ada juga. Proyek pembangunan kantor baru. Cuma bos dulu orang Medan yang pernah jadi sopir  pada masa-masa perjuangannya. Alhasil ketika ada pekerja yang menolak arahan secara terang-terangan,  yang bersangkutan langsung kena reshuffle.
Memang sulit mencari pekerja bangunan yang terampil, jujur, kooperatif, dan masuk akal dalam soal upah. Tukang yang profesional biasanya upahnya juga mahal karena biasa mendapat bayaran tinggi dari orang berada. Selain itu jadwal mereka juga padat. Akhirnya yang lain terpaksa menggunakan jasa tukang yang levelnya menengah, atau kalo nasib lagi apes bisa dapat yang amatiran.
Meskipun begitu dalam soal upah tak bisa dan tak boleh curang. Harus dibayarkan sesuai kesepakatan,  baik  jumlah nominal maupun tenggat waktunya. Pekerja bangunan adalah kelompok masyarakat yang mendapat penghasilan secara insidental. Kalau pembayaran macet bisa repot mereka.
Jika ada yang kurang cocok bagusnya dibicarakan baik-baik dan jelas. Juga kesepakatan-kesepakatan yang dibahas di muka terkait tugas yang harus mereka kerjakan dan hak-hak yang akan didapatkan. Boleh juga memberi insentif, misal memberikan kopi dan kudapan meski kerja dengan sistem borongan. Perlakuan yang baik akan berbalik pula dengan service optimal meski kadang tidak selalu.
Jangan pernah melakukan hal-hal yang merendahkan dengan laku atau kata-kata dalam menegur atau mengarahkan. Perlu diingat bahwa pekerja bangunan umumnya memiliki kemampuan mengakses sistem keamanan rumah. Dengan sedikit hasutan dari syaiton yang terkutuk plus bahan bakar amarah yang meluap-luap, perselisihan kecil bisa berubah menjadi petaka.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H