Apakah perlu geram lagi jika amarah sudah habis?
Saat-saat resesi ekonomi begini KPK malah tangkap pelaku korupsi. Mbok ya masa Covid ini KPK work from home dulu agar suasana tidak gaduh. Apalagi yang diringkus adalah orang-orang partai, nanti kambuh lagi hebohya.
Kemarin waktu Menteri KKP Edhy Prabowo dicokok. Orang-orang pada kebakaran jenggot dan kumis.
Hashim Jojohadikusumo tiba-tiba muncul, menolak habis-habisan tersangkut benur lobster. Apakah memang bersih ataukah karena hendak menyelamatkan Rahayu Saraswati --anaknya-- yang sedang pilkada. Yang jelas nama menhan --kakaknya-- ikut kena getah akibat menyebut-nyebut soal selokan.
Tak hanya kerabat menhan yang juga Ketum Gerindra, Prabowo; temali jerat gaduh di KKP membelit pula kaki JK, seorang tokoh Golkar.
Danny Pomanto yang sedang ikut Pilkada Makassar mengaitkan penangkapan Menteri Edhy dengan nama JK. Menurut rekaman yang bocor ke publik Pomanto menganggap JK diuntungkan dengan penangkapan kader Gerindra itu. Dasarnya (cuma) begitu.
Sontak hal itu membuat keluarga JK meradang. Muswirah, putri JK, mengambil langkah hukum untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban petahana Walikota Makassar itu.
Belum rampung episode koruptor di KKP kini rilis lagi drama di Kemensos.
Setelah pejabat eselon dibekuk, KPK juga ternyata mengejar menteri. Tidak perlu menunggu di bandara seperti kasus Edhy, KPK cukup panggil saja Juliari Batubara untuk menghadap. Dan ternyata kader PDIP itu dari segi disiplin termasuk oke juga. Tak perlu sampai ada panggilan kedua seperti kasus anu.
Kedua kasus terhangat korupsi yang melibatkan Gerindra dan PDIP itu dua-duanya berputar di sekitar fee. Edhy Prabowo tersangkut masalah ekspor benih lobster sedangkan Juliari terjerat dugaan mengutip dana bansos.
Firli Bahuri, Ketua KPK (pikiranrakyat.com, 06/12/2020):
"Untuk "fee" tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos."Â