Kehadiran Dubes Palestina dalam acara deklarasi KAMI 18 Agustus 2020 berbuntut polemik panjang. Selain dicerca pengundangnya sendiri karena justru ia hadir memenuhi undangan, sang dubes juga dituntut pulang ke negaranya oleh DPR dan akademisi kita.Â
Teramat disayangkan jika keberadaan duta besar negara-negara sahabat dimanfaatkan segelintir oportunis politik para inisiator KAMI. Setiap warga negara, apalagi sekelas public figure, seharusnya  memperlakukan duta besar secara hormat dan bermartabat.
Sebelum membahas masalah yang menimpa Dubes Palestina tersebut, ada pertanyaan mengganjal soal bagaimana protokol mengundang dubes seharusnya. Apakah sembarang orang bisa berhubungan dengan mereka? Jika hanya negara atau pemerintah yang berhak bagaimana dengan tindakan KAMI yang mengundang kedubes seperti layaknya sebuah negara.
Din Syamsuddin katakan Dubes Palestina cerobohÂ
Awal polemik dimulai ketika Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun mendapat undangan dari Din Syamsuddin. Zuhair memenuhi undangan demi menghormati  Din Syamsuddin sebagai Ketua Persatuan Persahabatan Indonesia-Palestina. Selain karena melihat siapa pengundangnya, Zuhair juga menganggap bahwa ia hadir untuk memperingati HUT kemerdekaan RI.
Sadar bahwa KAMI adalah gerakan politik lekas-lekas Zuhair mengklarifikasi kehadirannya dalam acara deklarasi KAMI. Ia menegaskan sikap dirinya mewakili Palestina yang tetap mendukung pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Artinya Dubes Palestina menolak terlibat atau dilibatkan dalam segala bentuk kegiatan politik melawan pemerintah yang sah.
Dubes Palestina Zuhair Al-Shun:
"Kami di Palestina mengapresiasi dukungan dan bantuan yang kami terima dari Yang Mulia Bapak Presiden Joko Widodo, pemerintahannya yang terhormat, dan dari seluruh masyarakat Indonesia yang ramah. Saya berharap semua orang mengerti bahwa kami bukan bagian dari dan tidak akan menjadi bagian dari kegiatan politik di Indonesia".
Melalui surat klarifikasi yang disampaikan lewat media kita mengetahui betapa Zuhair merasa serba tidak enak dan bersalah telah menghadiri acara KAMI. Ia berharap agar kita memahami posisinya yang tak ikut campur masalah politik dalam negeri Indonesia.
Bagaimana tanggapan Din Syamsuddin?
Alih-alih melindungi marwah para tamu undangan dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara acara KAMI, Din malah mencerca Zuhair. Kehormatan wakil negara sahabat yang harusnya dijunjung tinggi malah direndahkan. Zuhair dianggap tidak saksama membaca undangan atau dengan kata lain ia telah bersikap ceroboh!
Din Syamsuddin (detik.com, 19/08/2020):
"Tadi saya sudah menelepon Dubes Palestina. Rupanya ada kesalahpahaman. Beliau tidak baca saksama undangan."Â
Seperti apakah rasanya jika kita berkorban waktu dan tenaga memenuhi undangan lantas setelah itu kita dicerca sahibul hajat? Din Syamsuddin tidak hanya menyakiti Dubes Palestina tetapi juga mempermalukan kita sebagai bangsa yang  seolah tidak paham cara memuliakan tamu.
Kasus yang menimpa Dubes Palestina ternyata bukan kasus tunggal. Hal serupa menimpa pula putri proklamator Bung Hatta yaitu Meutia Farida Hatta (detik.com, 20/08/2020).
Senada dengan Zuhair, Meutia Hatta menyampaikan klarifikasi kehadiran dalam acara KAMI. Â
Sebagai putri proklamator yang didapuk untuk membaca teks proklamasi --dalam suasana HUT RI pula-- tentu relevan dan dapat dipahami jika Meutia datang. Namun ternyata Meutia yang hadir bersama suaminya Sri Edi Swasono menyadari ada ketidaksinkronan antara undangan dengan kenyataan acara yang terjadi. Meutia secara hati-hati mengatakan bahwa ia tidak terlalu mengerti konsep acara yang diselenggarakan KAMI.Â
Meski direpotkan dengan urusan klarifikasi, Meutia Hatta terhitung bernasib mujur. Ia tidak dicap gagal paham baca undangan oleh Din Syamsuddin seperti halnya Dubes Palestina Zuhair Al-Shun.
Dubes Palestina diminta pulang
Nahas yang dialami Dubes Palestina belum habis selesai rupanya.
Masih dalam suasana HUT RI dan peringatan Tahun Baru Hijriah Dubes Palestina harus menghadapi hal yang tidak menyenangkan berikutnya. Setelah dicerca Din Syamsuddin karena  dianggap tidak saksama, DPR menyusul pula dengan tuntutan agar ia dipulangkan.
Politisi Komisi I DPR dari PKB Abdul Kadir Karding meminta pemerintah memulangkan Zuhair. Seirama dengan PKB, Syaifullah Tamliha menyebut bahwa Zuhair melanggar aturan protokol. Oleh karena itu  kader PPP itu meminta pemerintah mengajukan usulan penggantian dubes kepada Palestina (detik.com, 20/08/2020).
DPR menilai tidak seharusnya dubes menghadiri acara politik. Mereka tidak percaya pernyataan Zuhair tidak paham undangan penyelenggara acara KAMI.
Selain DPR, Guru Besar UI Hikmahanto Juwana meminta hal yang sama. Namun berbeda dengan para politisi Senayan, Hikmahanto tidak menuntut pemerintah Indonesia tetapi langsung menyasar pemerintah Palestina agar merotasi dubesnya (tribunnews.com, 20/08/2020).
Dengan berbagai respon yang tidak bersahabat tersebut rasanya lengkap sudah derita Zuhair Al-Shun. Dicela bersikap ceroboh oleh pengundang, Din Syamsuddin; disuruh pulang DPR; dan dilaporkan ke negaranya sendiri oleh Hikmahanto Juwana.
Apa tidak keliru, bukankah sumber masalah adalah Din Syamsuddin dan kawan-kawan, tetapi mengapa justru duta besar orang lain yang digebuki ramai-ramai?Â
Seharusnya yang disoal adalah pihak pengundang. Buktinya tidak hanya Dubes Palestina saja yang klarifikasi, tetapi warga Indonesia sendiri juga ada yaitu putri proklamator Meutia Hatta.
Sebagai warga yang hanya dapat membaca berita dari media penulis menyampaikan rasa simpati kepada Duta Besar Palestina Zuhair Al-Shun. Mohon maaf jika sikap kami tidak menunjukkan dan memenuhi adab-adab sebagaimana harusnya sebuah negara sahabat bersikap.Â
Selamat Tahun Baru Hijriah 1442. Semoga tahun ini Allah SWT memberikan kebaikan yang lebih banyak untuk Palestina. Salam.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI