"Ibu Susi Pudjiastuti dan Ibu Siti Nurbaya adalah orang-orang legend dan seharusnya mereka bisa terus pertahankan untuk melanjutkan pembangunan bangsa dan bernegara."
Wartawan senior Wimar Witoelar memuji keberanian dua srikandi kabinet Jokowi jilid I, Siti Nurbaya dan Susi Pudjiastusi.Â
Wimar mengatakan bahwa kedua menteri tersebut adalah legenda di bidang masing-masing yaitu lingkungan hidup dan kelautan. Dalam pernyataan dalam diskusi di KSP tahun lalu, terselip harapan mantan jubir Presiden Gus Dur ini agar keduanya lanjut masuk kabinet lagi pada periode II kepemimpinan Jokowi (indonews.id, 13/2/2019).
Namun seperti yang telah kita ketahui, Siti Nurbaya berhasil lanjut ke babak II sedangkan Susi harus berhenti. Hal tersebut disayangkan banyak pihak yang menilai bahwa laut Indonesia seolah menemukan marwahnya pada masa Susi memegang kuasa di KKP.
Dari segi prestasi sebenarnya sama-sama baik, bahkan Susi punya reputasi internasional yang membanggakan Indonesia. Akan tetapi hal tersebut tidak cukup menjadi bekal posisi tawar Susi dalam bursa calon menteri. Namanya benar-benar tenggelam ketika pengumuman final calon menteri diumumkan.Â
Setelah 10 bulan periode kedua Jokowi berjalan, Siti dan Susi kembali mendapat porsi perhatian media yang cukup intens. Kasusnya bertolak belakang; Menteri Siti berposisi sebagai tergugat, sedangkan Susi berperan sebagai penggugat kebijakan pemerintah.
Jika pemilik Susi Air mengecam keras pencabutan larangan ekspor benih lobster yang dilakukan Menteri KKP Edhy Prabowo, Menteri Siti justru sebaliknya. Orang nomor satu di KLHK ini diprotes atas penerbitan izin pembukaan jalan di Hutan Harapan di Jambi. Izin tersebut ditengarai bermasalah  karena merusak hutan restorasi dan menguntungkan konglomerat Peter Sondakh yang memiliki tambang batubara.
Persamaan dan perbedaan Siti dan Susi
Selain sebagai sesama menteri perempuan era Jokowi jilid I, Siti dan Susi memiliki pandangan yang relatif sama soal konservasi lingkungan.
Tercatat, KLHK Januari 2020 lalu menyatakan bahwa area deforestasi pada masa Jokowi mengalami penurunan tajam. Komitmen lainnya yaitu pencegahan kebakaran hutan dan penerapan sistem legalitas kayu mencegah penggundulan hutan secara nyata. Sistem legalitas berguna untuk mendeteksi illegal logging dan pemberlakuannya diiringi  sanksi administrasi yang keras bagi perusahaan yang melanggar.
Susi dengan Kementerian Kelautannya juga tak kalah berani. Bahkan lebih keras. Ratusan perahu pencuri ikan (488 kapal) ditenggelamkan dan kebijakan-kebijakan pro-konservasi diterbitkan. Salah satu kebijakan Susi yang kemudian dianulir oleh menteri penggantinya adalah larangan ekspor benih lobster.
Di samping kesamaan di atas, Siti dan Susi juga mencatat sejumlah perbedaan. Beberapa di antaranya tampak mempengaruhi karier mereka sebagai pejabat publik.
Dalam urusan pendidikan formal Menteri Siti relatif tertib, sedangkan Susi lebih banyak menempuh jalur offroad.
Pendidikan Siti relatif lancar dari SD hingga S3, sedangkan Susi sempat tersendat di SMA. Namun demikian bukan berarti kemampuan Susi perlu diragukan. Kecerdasannya sebagai birokrat jauh di atas rata-rata kebanyakan pejabat, apalagi kemampuan bahasa asingnya. Tercatat menteri asal pesisir Pangandaran tersebut pernah didapuk memberikan kuliah umum di Harvard University tahun 2018 lalu.
Selain soal akademis, style Siti dan Susi dalam penampilan juga berbeda. Siti cenderung tampak sebagai akademisi atau orang rumahan, sedangkan Susi lebih berani mengeksplorasi gaya. Kadang tampil feminin dengan kebaya dan sering pula ia tampil gahar; baik di laut  maupun di darat.
Yang tampak signifikan dalam menentukan keterpilihan Siti dan Susi dalam formasi kabinet Jokowi II adalah soal afiliasi kepartaian.
Sebagai sosok nonpartai, Susi lebih independen tanpa tekanan dalam merumuskan kebijakan atau pengambilan keputusan. Tanpa plafon partai di atas kepalanya, Susi bebas menginterpretasikan mandat Jokowi sesuai idealismenya. Tidak ada figur ketua umum partai yang dapat mengerem Susi, tetapi hal itu berarti  juga tidak ada perlindungan politis yang menopang eksistensinya di istana.
Berbeda dengan Susi, Menteri Siti adalah kader Nasdem yang cukup diperhitungkan ketua umumnya yaitu Surya Paloh.
Dalam dua kali penentuan formasi kabinet, hampir yakin jika Siti tidak ambil pusing dengan urusan jabatan. Akan tetapi hal itu tidak berarti posisinya lemah; mekanisme partai melindunginya dari berbagai konflik kepentingan pada masa-masa pencalonan.
Sebagai anggota koalisi petahana, Ketum Nasdem Surya Paloh sudah barang tentu tidak akan membiarkan jatah partainya menguap begitu saja. Dan itu berarti posisi menteri bagi Siti tanpa harus bersusah payah.
Kasus benih lobster mengangkat Susi lagi
Selepas Susi lengser, KKP yang dikendalikan Edhy Prabowo menghadapi sentimen negatif atas kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
Keputusan KKP menghentikan tradisi penenggelaman kapal dianggap sebagai kepemimpinan Edhy yang lemah. Kapal nelayan asing pun kembali merajalela di zona ekonomi eksklusif Indonesia sekitar Natuna yang kaya ikan.
Policy lainnya yang kontroversial adalah pencabutan larangan ekspor baby lobster terutama ke Vietnam. Langkah  tersebut menurut sesama kolega Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, dianggap menguntungkan Indonesia. Potensi wilayah perairan Lombok saja ditaksir mencapai Rp 60 triliun (tempo.co, 10/ 07/ 2020).
Sebagai broker perantara dengan konsumen di Vietnam sudah tersedia 33 perusahaan dengan izin resmi. Catatan tempo.co menunjukkan sejumlah kader partai terutama Gerindra duduk di beberapa perusahaan, antara lain Hashim Sujono Djojohadikusumo dan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (PT Bima Sakti Mutiara).
Dengan nilai fantastis hasil laut Nusantara, masuk akal adanya rumor Susi Pudjiastusi "ditawar" Rp 5 triliun agar tidak merecoki panen raya. Cukup diam atau mundur dari KKP.
Keteguhanlah yang membuat menteri eksentrik ini menarik simpati warga. Sejumlah ormas besar mendukung pula kebijakan-kebijakannya dalam melestarikan kekayaan laut Indonesia. Mantan menteri dengan suara khas yang serak-serak basah ini enggan berkompromi soal konservasi laut, termasuk dengan Menko Luhut Binsar Panjaitan atau Wapres Jusuf Kalla.
Tanggal 5 Agustus 2020, PBNU menyatakan penolakan terhadap kebijakan ekspor benih lobster. Menurut Lembaga Bahtsul Masail (LBM PBNU), ekspor tersebut hanya menguntungkan Vietnam dan mengancam kelestarian lobster kita sendiri. Menurut LBM, penangkapan benur lobster di alam penting untuk nelayan kecil tetapi prioritasnya adalah untuk kebutuhan budidaya di dalam negeri (nu.or.id, 05/08/2020).
Langkah PBNU kemudian diikuti  Muhammadiyah. Menyoal polemik pro kontra ekspor baby lobster, Ketua Pengurus Pusat Anwar Abbas mendesak pemerintah agar mengembalikan Susi ke "habitatnya" di kementerian kelautan seperti semula.
Anwar Abbas (tempo.co, 8/ 8/ 2020):
"Kalau pemerintah tidak bisa mengaturnya, minta Ibu Susi (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti) yang mengurus. Biar selesai oleh beliau masalahnya. Jangan biarkan persoalan ini diurus oleh orang-orang yang berpikiran pendek."
Jalan tambang Hutan Harapan, jalan Siti bersama Nasdem
Jika Susi menempuh jalan ninja yang non-kompromistis, Siti Nurbaya Bakar sebagai orang partai lebih realistis beradaptasi dalam politik.
Sebagai kader Nasdem naluri politiknya  selalu terjaga; di atas ada Ketum Surya Paloh, di sekelilingnya ada PDIP, Golkar, PKB, PPP, dan Gerindra. Di seberang sana ada PKS dan Berkarya. Berkat inting tersebut Siti mampu mengenali kepentingan-kepentingan di sekelilingnya termasuk kepentingan partainya sendiri.
Sebagai contoh, sulit memahami jika Siti bergaul sesama Siti yang lain, Siti Hardiyanti Rukmana binti Soeharto. Lain dengan Susi yang non partai dan independen.
Soal tafsir jejak kamera ini Menteri KLHK Siti juga bisa terpeleset secara sadar; atau dihubung-hubungkan. Momentum kebersamaan Siti dengan Gubernur Jambi Fachrori Umar dalam kampanye pilpres April 2019 adalah sesuatu yang wajar mengingat keduanya sesama warga Nasdem.
Akan tetapi di dalam politik, pertalian kepentingan bisa ditafsir atau dibumbui dengan adanya bukti-bukti tangkapan visual sebagai fakta keterhubungan.
Untuk memintas jalur memutar yang sempit dan jauh, armada truk batubara milik Peter perlu membuka jalan sepanjang 26 KM. Jalan tersebut harus menembus hutan restorasi yang dilindungi peraturan menteri sehingga  izin gubernur (Jambi) tidak bisa melangkahinya. Hutan restorasi tersebut adalah Hutan Harapan yang dilindungi untuk memulihkan ekosistem.
Apa daya, dugaan adanya lobi politik tingkat Jakarta berhasil membuka jalan tambang itu. Menteri Siti merevisi larangan pembukaan jalan di hutan restorasi dan tak lama kemudian izin gubernur terbit. Truk batubara Peter Sondakh pun bisa lewat melintasi jalur selebar 60 meter yang lebih singkat, Â jika sudah selesai dibuat.
Hal itulah yang menjadi bahan investigasi Tempo saat ini dan telah menjadi keprihatinan pihak akademisi. Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Jambi, Dr. Forst Bambang Irawan, menyatakan pembukaan jalan tersebut dapat merusak ekosistem hutan yang sedang dalam tahap pemulihan. Di dalamnya terdapat ratusan flora dan fauna dilindungi yang masih rentan kelestariannya.
Dr. Forst Bambang Irawan (wartaekonomi.co.id, 12/1/2018):
"Sebaiknya pembangunan jalan yang melewati kawasan hutan dihindari karena melihat kondisi dan kemampuan penegakan hukum terkait dengan illegal logging dan perambahan kawasan hutan yang masih sangat lemah."
Demikianlah sekelumit cerita tentang betapa sukarnya mengelola idealisme dan kepentingan politik bersama-sama. Semulia apa pun gagasan untuk mengedepankan hajat hidup orang banyak pada akhirnya harus berkompromi dengan kepentingan-kepentingan praktis di lapangan. Andai nasib tak ada untung, jabatan yang ada di tangan bisa melayang.
Bagaimana nasib lobster dan Hutan Harapan nanti, keputusan istana di Jakarta yang akan menentukan. To be or not to be, que sera sera.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H