Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mangkir Lagi, Mengapa Said Didu Tak Seberani Ahok Hadapi Kasus Hukum?

11 Mei 2020   20:16 Diperbarui: 11 Mei 2020   20:22 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basuku Tjahaja Purnama atau Ahok pada waktu memenuhi panggilan penyidik Polri dalam kasus penistaan agama, November 2016 (Antara Foto/ Hafidz Mubarak A).

M Said Didu mengulangi  ketidakhadirannya memenuhi panggilan Bareskrim  hari ini, 11 Mei 2020. Panggilan berkaitan dengan pengaduan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan atas tudingan Didu soal pengamanan anggaran ibu kota baru. LBP menganggap poin yang menyebut namanya itu tidak berdasarkan bukti atau fakta.

Alasan yang disampaikan tim pembela, Damai Hari Lubis, Said Didu harus mematuhi PSBB yang masih berjalan dan meminta polisi datang sendiri ke rumahnya untuk menjalankan pemeriksaan. Tidak ada penjelasan mengapa tim pembela justru  datang ke Bareskrim di kala Didu mangkir  dengan alasan situasi PSBB  yang tidak  memungkinkan.

Damai Hari Lubis (tribunnews.com, 11/ 05/ 2020):

"Kami minta kerja sama penyidik Polri yang ke rumah klien kami karena anggota polisi memiliki hak sebagai penegak hukum dan pelayan publik untuk memeriksa ke rumah, sehubungan adanya pandemi Covid-19 dan PSBB."

Pemanggilan pada hari ini adalah yang kedua setelah pada 4 Mei lalu mantan pejabat BUMN itu mangkir juga. Pada waktu itu alasan yang digunakan adalah PSBB dan ia pula yang minta penjadwalan ulang. Kini setelah jadwal ulang dilakukan, pemanggilan itu tak dipenuhinya juga.

Dengan ketidakhadiran tersebut maka semakin melemah pula momentum Didu untuk menguak fakta bagaimana peran Luhut dalam mengamankan anggaran ibu kota.

Sebelum kasus ini bergulir ke ranah hukum, figur pelopor gerakan manusia merdeka ini menolak meminta maaf kepada Luhut karena meyakini bahwa apa yang dikatakannya di youtube adalah fakta. Penyebutan nama Luhut dalam paparan wawancara dengan Hersubeno Arief itu merupakan bagian tak terpisahkan dari analisis Didu atas situasi pandemi Covid-19 (mediaindonesia.com, 07/ 05/ 2020).

Namun sejak tuntutan somasi dilayangkan Luhut, belum ada satu patah kata Said Didu yang menjadi landasan argumen bahwa memang benar Luhut ngotot soal anggaran ibu kota baru. Padahal poin inilah yang sedang ditunggu, baik oleh pihak Luhut maupun publik. Poin-poin lain sifatnya kritik umum yang menyangkut prioritas penanganan Covid-19.

Posisi Said Didu sendiri sejatinya sudah cukup mantap dengan dukungan ratusan pengacara andal. Tim pengacara selain Damai Hari Lubis, terdapat nama-nama beken antara lain Denny Indrayana, Bambang Widjoyanto, Munarman, Mahendradatta. Ratusan pengacara yang berasal dari unsur tokoh masyarakat, ahli hukum, akademisi, ulama, purnawirawan, hingga tokoh lintas agama itu dipimpin oleh MH Helvis, Letkol CPM (Purn.).

Pihak LBP cuma punya 4 kuasa hukum yaitu Nelson Darwis, Malik Bawazier, M Patra Zen, dan Riska Elita.

Dengan peta kekuatan yang timpang tersebut mestinya Said Didu tidak gentar datang ke Bareskrim. Hingga saat ini ia juga punya cukup waktu untuk menyusun keterangan dan data-data pendukung untuk membuktikan bahwa Luhut telah menyalahgunakan wewenang. Justru dengan mangkir berkali-kali maka publik jadi meragukan kesahihan statemen Didu di kanal youtube miliknya itu.

Basuku Tjahaja Purnama atau Ahok pada waktu memenuhi panggilan penyidik Polri dalam kasus penistaan agama, November 2016 (Antara Foto/ Hafidz Mubarak A).
Basuku Tjahaja Purnama atau Ahok pada waktu memenuhi panggilan penyidik Polri dalam kasus penistaan agama, November 2016 (Antara Foto/ Hafidz Mubarak A).
Soal keberanian menghadapi tuntutan hukum, khusus yang bertema gugatan pernyataan, hingga saat ini Indonesia mungkin baru punya 1 sosok yaitu Basuki Tjahaja Purnama.

Dalam satu kesempatan di Pulau Seribu saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta, BTP atau Ahok menyitir Al Maidah 51 yang kemudian ditafsirkan jadi penghinaan oleh lawan politiknya. Namun demikian BTP tidak surut langkah walau sejengkal. Dari fase pemeriksaan hingga persidangan, bahkan hingga menyelesaikan vonis di Mako Brimob, semua dipenuhinya belaka.

BTP dan tim pembela hukumnya gagal meyakinkan hakim untuk percaya bahwa ia sama sekali tidak bermaksud menyinggung umat Islam. Tetapi meski gagal, ia telah memberi teladan bagaimana seorang warga negara menghormati hukum dan menggunakan koridor legal untuk mempertahankan diri dari tuntutan.

M Said Didu belum punya kualitas setara BTP dalam kaitan ketaatan menghadapi persoalan hukum.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun