Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Fakta, Pulang Kampung dan Mudik Memiliki Rasa Bahasa yang Berbeda!

23 April 2020   20:08 Diperbarui: 23 April 2020   20:04 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar rekaman video wawancara Presiden Jokowi dalam acara Mata Najwa (kanal Youtube Najwa Shihab).

Setelah wawancara Mata Najwa dengan Presiden Jokowi  di Istana Negara kemarin, terjadi perdebatan soal definisi kata mudik dengan frasa pulang kampung. Membedakan antara keduanya sebetulnya tidak sulit karena kita bisa memeriksa sendiri penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak hanya kamus (KBBI), percakapan  biasa atau berita di media bisa jadi patokan untuk membandingkan. Frasa pulang kampung digunakan penutur dalam konteks yang lebih umum tanpa terikat ruang dan waktu. Sedangkan mudik pemakaiannya lebih khusus; mengacu pada kegiatan pulang kampung menjelang lebaran yang biasa terjadi di Indonesia.

Sebagai contoh, mari kita cermati tiga judul berita/ tulisan media berikut ini:

- Wagub Sumbar Minta Perantau Tak Malu Pulang ke Kampung;

- Tips "Pulang Kampung" Untuk Mahasiswa yang Kuliah Ke Luar Negeri;

- Cerita Calon Jemaah Haji Emawati, Malu Pulang Kampung Lantaran Gagal Naik Haji.

Sekarang, jika frasa pulang kampung itu kita ganti dengan kata mudik, maka akan kita rasakan adanya kejanggalan dengan isi berita.

- Wagub Sumbar Minta Perantau Tak Malu Mudik.

- Tips "Mudik" Untuk Mahasiswa yang Kuliah Ke Luar Negeri.

- Cerita Calon Jemaah Haji Emawati, Malu Mudik Lantaran Gagal Naik Haji.

Pada judul berita yang pertama, berisi himbauan Wagub Sumbar agar lulusan perguruan tinggi tidak malu pulang ke desa. Takut kena stigma gagal di perantauan bukan alasan karena bekerja di kota atau membangun desa sama martabatnya.

Bisa kita rasakan mengapa penulis berita di atas tidak menggunakan kata mudik. Jika kata mudik digunakan maka  maknanya adalah sarjana yang bersangkutan cuma sebentar saja tinggal di kampung lalu kembali merantau ke kota.

Artikel yang kedua berisi tentang tips kepada mahasiswa yang kuliah di luar negeri sebelum pulang ke tanah air pada saat libur Natal dan tahun baru.

Meskipun pada tulisan itu kata mudik dapat menggantikan frasa pulang kampung tetapi rasa bahasa terkait momentumnya agak kurang pas. Libur Nataru tidak menyebabkan masyarakat Indonesia berbondong-bondong pulang ke kampung halaman; kebanyakan warga mengisinya dengan berekreasi ke tempat wisata.

Kemudian berita yang ketiga, menceritakan seorang calon jemaah haji yang gagal berangkat ke tanah suci karena sedang dalam masa kehamilan.

Tambah rancu jika kita katakan bahwa si ibu yang sedang hamil itu malu untuk "mudik" karena sudah pamit kepada tetangga sekampung untuk pergi ke Mekkah. Frasa pulang kampung sudah tepat dan tidak bisa diganti dengan kata mudik.


Berkebalikan dengan contoh-contoh di atas, kata mudik selalu bisa kita gantikan dengan penggunaan frasa pulang kampung.

Misalnya pada kalimat-kalimat berikut.

- Lebaran tahun ini mereka tidak mudik.

- "Bagaimana rencanamu lebaran nanti, jadi mudik ngga?"

Kemudian kita ubah penggunaan kata mudik dengan menggantinya dengan frasa pulang kampung.

- Lebaran tahun ini mereka tidak pulang kampung.

- "Bagaimana rencanamu lebaran nanti, jadi pulang kampung ngga?"

Apakah ada masalah? Tidak ada.

Baik kelompok yang pertama maupun yang kedua masing-masing kalimat bisa saling dipertukarkan. Dan, sejauh pengalaman penulis (dalam konteks tersebut) keduanya biasa sama-sama digunakan tanpa menimbulkan insiden salah pengertian.

Dalam KBBI V sendiri memang tidak ada penjelasan secara gamblang dan eksplisit tentang penggunaan kata mudik dan frasa pulang kampung. Tetapi contoh penggunaan kata mudik yang mengaitkan dengan peristiwa lebaran dalam kamus itu sudah cukup memberi penjelasan implisit.

Demikian sedikit pengalaman penulis sebagai salah satu pelaku tradisi pulkam dan mudik sekaligus. Mudah-mudahan isi wawancara presiden yang membahas masalah penanganan wabah corona tidak lantas terlupakan akibat perdebatan tersebut.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun