Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menhub Positif Corona, Tagar #IndonesiaButuhPemimpin Trending

15 Maret 2020   00:58 Diperbarui: 15 Maret 2020   03:35 1930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M. Said Didu (twitter.com/ @msaid_didu).

Twitter masih jadi palagan tempur antarkelompok kepentingan politik, bahkan setelah pilpres sudah lama berlalu.

Jika Anies Baswedan jadi bulan-bulanan netizen ketika banjir merendam ibukota, maka kini angin baik sedang berada di pihaknya. Saat wabah COVID-19 semakin menggeliat unjuk daya rusak dan kecepatan penularannya.

Kali ini pemerintah pusat yang relatif babak belur dihajar netizen. Meskipun istana telah mengangkat jubir khusus yang dianggap memiliki artikulasi bagus menurut protokol komunikasi penanganan wabah Corona. Pengangkatan jubir khusus dilakukan setelah gaya komunikasi publik Menkes dr. Terawan disorot media dan warganet.

Achmad Yurianto yang mengambil peran komunikasi publik sebagai jubir istana khusus Corona memang lumayan efektif menunaikan tugas. Tetapi oposan terlanjur dapat posisi enak. Segudang amunisi isu siap dan sedang dimuntahkan.

Tagar pertama inisiasi M Said Didu 

Saat ini di twitter beberapa tagar (yang tendensius) sempat trending silih berganti. 

Ada #IndonesiaLockdown, kemudian #stoppolitisasicorona, dan yang jadi pemuncak yaitu #IndonesiaButuhPemimpin. Tercatat 23,4 K tweeps saat tulisan ini dibuat, yang mencuit tagar yang terakhir.

Membuat tagar itu ternyata butuh akurasi. M. Said Didu @msaid_didu sempat berdebat soal ini  dengan pengikutnya.

Awalnya inisiator tagar #IndonesiabutuhPemimpin ini tampak beberapa kali mencuit untuk menertibkan jamaahnya. Penulisan 'Butuh' (dengan B besar) dalam tagarnya dianggap keliru; yang betul adalah 'butuh' (dengan b kecil).

Apa daya, makmum lebih banyak membuat tagar dengan menulis 'Butuh' pakai B besar. Alhasil Said Didu menyerah, kalah jumlah. Yang trending kemudian adalah tagar versi "keliru".

"Oke - kita pakai b besar," kata Said Didu.

Apa maksudnya #IndonesiaButuhPemimpin?

Dari penelusuran di timeline dan tagar-tagar terkait lain, pada intinya itu bermaksud mengkritik (atau menyalahkan?) pemerintah dalam menangani Corona. Pemerintah dicitrakan lambat bergerak.

Canda Wapres Ma'ruf Amin soal susu kuda liar ikut terbawa-bawa; salam sikut dianggap pamer. Inti narasinya kurang menguntungkan rezim petahana. Hal-hal yang menurut penulis kurang esensial, yang diangkat oleh media-media mainstream dan lalu dibesar-besarkan.

Mestinya jika maksudnya mengkritisi maka yang disasar adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan. Bukan sesuatu yang terlalu umum dan sulit diuraikan implementasinya

Soal Corona Jokowi sendiri sudah membantah soal kelambatan penanganan (mediaindonesia.com, 13/3/2020).

Satgas Corona sudah dibentuk jauh-jauh hari, sejak Wuhan lockdown akhir Januari lalu. Operasi pemulangan WNI juga sudah selesai, sementara rumah sakit khusus karantina sedang dikebut.

Tapi apa daya, tiba-tiba Menhub mendadak Corona.

Angin semakin kuat menerpa istana

Berbagai pernyataan menteri-menteri kabinet dan kegiatannya lalu diusut satu demi satu setelah Menhub Budi Karya jadi confirmed case nomor 76. Flashback yang cenderung tidak memperhatikan konteks dan urutan kejadian.

Pernyataan Mahfud MD yang menyebut Indonesia bebas Corona dimaknai statis, padahal konteksnya adalah dinamika. Tetapi apa pedulinya politisi soal logika. Apa yang baik adalah apa yang terlihat menguntungkan bagi diri dan kelompoknya.

Lalu #IndonesiaButuhPemimpin itu mengarah pada siapa?

Sudah dapat diduga, para retweeter pendukung tagar tampaknya sedang mengelus Anies Baswedan yang dianggap cekatan. Gubernur DKI itu diangkat dengan balutan citra apik ketika mengelola isu Corona: membuat crisis center, peta simulasi, hingga meliburkan sekolah. Isu banjir raib seketika.

Dengan dunia yang semakin terhubung gagasan untuk menunjukkan pemerintah tampak buruk soal Corona mendapatkan amunisi melimpah dari luar.

Pernyataan dosen Harvard, pejabat Australia, hingga keputusan Singapura dan Arab Saudi seolah menjadi pembenar bahwa pemerintah memang tidak becus mengurus Corona. Apalagi setelah surat WHO untuk pemerintah dimunculkan media yang mendesak untuk mengumumkan darurat nasional.

Jika pemerintah Indonesia diolok-olok jelek lalu siapa yang oke?

Jepang kena, Singapura kena, Amerika juga idem. Eropa malah cukup berat tanjakannya, dengan Italia yang memimpin di puncak penderitaan. Lockdown total.

Apa manfaat tagar bagi Anies?

Jika tagar #IndonesiaButuhPemimpin dibuat Said Didu untuk melambungkan nama Anies Baswedan, maka keputusan itu tampaknya harus dikoreksi.

Tagar tersebut hanya akan memperkuat resistensi terhadap Anies dan menimbulkan antipati. Polarisasi akan terus terpelihara. Warna politiknya kuat sekali, kontras, bukan nuansa. Vulgar to the point menyinggung kepemimpinan Jokowi.

Seandainya kinerja penanganan Corona dianggap lamban, maka yang seharusnya disasar tentu Kemenkes dulu. Membidik Jokowi lewat isu kepemimpinan nasional identik dengan kasus pengadilan Ahok yang coba-coba dikaitkan dengan pergantian rezim.

Jika seperti itu kondisinya, memang kita harus waspada. Tidak hanya untuk Corona.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun