Setidaknya ada 2 keuntungan yang diperoleh SBY dengan curhat panjang lebar yang terlambat tersebut.
Pertama, sebagai wacana pre-emptive untuk mengantisipasi kemungkinan penyelidikan kasus Jiwasraya menyeret pejabat-pejabat pada masanya. Selain tentu juga berfungsi sebagai jawaban terhadap tuduhan yang ditujukan pada rezim pemerintahannya.
Kedua, SBY ingin mengangkat eksistensi partai Demokrat yang akhir-akhir ini seolah tenggelam dan tidak dibicarakan.
Tuduhan terhadap keterlibatan rezim SBY tampaknya hanya berasal dari sebagian kecil kalangan yang tidak populer diberitakan.
Jokowi, Balikpapan (18/12/2019):
"Ini persoalan yang sudah lama sekali 10 tahun yang lalu, problem ini yang dalam tiga tahun ini kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini."
Dalam pernyataan tersebut, Jokowi tidak menyebut apapun soal SBY. Akan tetapi ternyata kemudian politisi-politisi Demokrat menganggap hal itu sebagai masalah.
Hinca Pandjaitan dan Andi Arief  langsung bereaksi membela marwah bos partainya.
Cuitan Andi Arief di twitter, @andiarief (detik.com, 19/12/2019):
"Hari ini Pak Jokowi kambuh, asuransi yang gagal bayar di eranya Jokowi-Ma'ruf, yang disalahkan justru era Jokowi-JK dan era SBY-Boediono."
Ditinjau dari aspek kronologis waktu yang terlalu lama (lebih dari sebulan), tulisan SBY di jagat medsos tampaknya punya tujuan ikutan.
Mengingat SBY adalah seorang doktor tentu bukan persoalan jika ingin menjawab Jokowi dalam 1-2 hari. Tidak perlu waktu sampai sebulan lebih untuk menyusun konsepnya.
Sebagai pendiri dan petinggi partai Demokrat tampaknya SBY khawatir Demokrat akan semakin dilupakan terlebih hasil Pemilu 2019 lalu yang sangat memprihatinkan. Perolehan suaranya melorot tajam.
SBY melihat momentum penyelidikan Jiwasraya dapat dijadikan pijakan untuk mengangkat kembali nama Demokrat yang saat ini seolah-olah sepi pemberitaan.