Kembali ke PKS.
Alasan PKS berkomentar soal sikap santai Prabowo terhadap Natuna adalah karena posisinya yang berada di luar lingkar kekuasaan. Wajar sebagai oposisi. Berbeda dengan Gerindra, dalam hal ini Prabowo, yang sudah menjadi bagian dari rezim pemerintahan.
Dahulu memang PKS dan Gerindra berkawan, tetapi saat ini sudah berbeda. Gerindra (ikut) berkuasa, dan PKS jadi oposan.
Jadi, Dahnil tidak perlu secara spesifik menanggapi balik kritikan PKS karena justru hal itu menunjukkan Prabowo belum move on dari suasana pilpres.
Posisi Dahnil
Secara pribadi saya agak bingung juga sebenarnya dengan posisi Dahnil sebagai Jubir (stafsus?) Â Prabowo.
Apakah memang protokoler kementerian bisa di-customize sesuai keinginan menteri ataukah tidak.
Dengan memosisikan diri sebagai Jubir Prabowo seolah-olah terdapat overlapping antara suara Dahnil dengan sikap Kemenhan. Misalnya soal PKS tadi, terdengar ada nuansa politisnya di situ.
Jika Kemenhan --lewat humas atau seksi penerangan-- memberikan penjelasan, mestinya penjelasan itu bersifat lebih umum, bukan menjawab Kholid, Hikmahanto, atau Dedi Mulyadi. Tidak ada urusan pribadional dalam hal ini.
Secara struktural posisi Menhan Prabowo tidak perlu penyambung lidah lagi. Apa yang dikatakannya langsung saja masuk floor, tanpa penafsiran lagi dari siapa pun yang mewakili.
Seperti menteri-menteri lain, biarkan Prabowo membela dirinya sendiri ketika berhadapan dengan publik. Apabila ada yang perlu dijelaskan, jelaskanlah secara langsung atau lewat jalur struktural Kemenhan yang sesuai.***