Ketika Jokowi dan Ahok menjadi gubernur di Jakarta, keduanya menyuguhkan sudut pandang baru tentang bagaimana kota itu seharusnya ditata.
Gagasan-gagasan segar mengalir lancar tanpa mengabaikan kecepatan eksekusi untuk merealisasikan dan kontrol yang ketat dalam pelaksanaannya. Pejabat yang tidak berkompeten atau lalai digeser, yang berprestasi diberi kesempatan.
Bisa kita sebut beberapa kerja  dan program gubernur  terdahulu : blusukan rutin, penataan kawasan Tanah Abang, penertiban  preman dan juru parkir liar, normalisasi sungai, pengerukan waduk, inventarisasi lahan, lelang jabatan, aplikasi laporan warga, mengangkat harkat petugas kebersihan, hadiah umroh untuk marbot masjid, kondangan ke rumah warga, sidak ke kantor kecamatan atau kelurahan,  program magang anak muda di balaikota, menerima aduan warga, juga pembangunan sarana transportasi massal. Dinamis.
Tidak heran jika kerja gubernur ditulis media seperti catatan harian dan Jokowi-Ahok jadi buruan media untuk mencari tahu apa yang baru yang sedang atau akan dikerjakan. Mereka juga tidak jaim saat berinteraksi dengan warga, berjalan natural.
Di luar Jakarta, Bandung yang dipegang Ridwan Kamil dan Surabaya yang dikelola Risma kerap jadi pembanding. Berlomba menuju kota yang maju dan bersih serta menyejahterakan warganya.
Jakarta kini tidak seperti dulu lagi, kembali 'normal' menjadi kota yang biasa-biasa saja.
Barangkali magnet beritanya ada pada Jokowi sehingga soal Jakarta tidak menarik lagi para pemburu berita. Tapi rasanya bukan itu, buktinya saat dipegang Ahok dan Jarot Jakarta masih relatif seksi untuk diberitakan.
Apakah karena ibukota hanya diurus Anies sendirian sehingga banyak urusan yang terbengkalai? Jabatan wagub warisan Sandiaga Uno hingga sekarang belum jelas siapa yang akan mengembannya.
Program unggulan  yang dibanggakan melulu soal rumah DP 0%, yang katanya sangat tinggi peminatnya hingga pemilik Porsche dan Harley Davidson ikut mengantri. Lalu selain itu apa yang bisa dibikin dengan APBD Rp 89 triliun?
Ngomong-ngomong program OK Oce sebagai pembibitan kelas pengusaha baru yang mumpuni, sudah sampai manakah. Dan, sebetulnya program itu program Pemprov DKI ataukah mainannya Sandi?
Media tidak boleh pilih kasih dalam memberitakan. Capaian-capaian terkini pemprov harus disampaikan sebagaimana dulu rutin diangkat ke ruang publik. Jangan hanya polemik-polemiknya saja yang dibahas seperti kasus waring Kali Item itu.
Sempat berharap bahwa TGUPP, Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan, yang anggarannya hampir Rp 20 milyar itu dapat menjadi  the dream team  yang tanggap menyelesaikan permasalahan. Sepadan dengan gaji yang diperoleh.
Dibanding anak magang di era Ahok tentunya TGUPP jauh lebih berpengalaman dan profesional. Namanya saja magang, nebeng kerja. Maaf kalau salah membandingkan.
Kemarin ketika Anies diproyeksikan nyapres 2024 oleh Nasdem, ada keraguan mencuat: serius nggak sih? Â Â
Jika mau ke situ maka Anies harus menggenjot performa kinerjanya dulu agar dapat menyamai pendahulunya. Syukur mampu melebihinya.
Anies bisa jadi tidak berharap seperti itu dan tidak begitu peduli jika publik mengkomparasi kepemimpinannya di Jakarta. Toh ibukota kabarnya mau pindah juga.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H