Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Megawati Soekarnoputri, Politisi Indonesia Paling Komplet Saat Ini

27 Juli 2019   02:22 Diperbarui: 28 Juli 2019   02:31 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. (H. C.) Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri (maduraexpose.com).

Kemenangan PDIP dalam Pemilu 2019 mungkin akan jadi salah satu karya  'masterpiece' Megawati sebagai politisi Indonesia selama lebih dari tiga dekade yaitu sejak tahun 1986.

Ketua Umum PDIP itu sukses memuluskan jalan kader partainya, Joko Widodo, untuk meneruskan jabatan kepresidenan periode kedua.

Kemenangan dalam pilpres itu lengkap pula dengan keberhasilan meraih ranking satu perolehan suara dalam pemilu legislatif. Koalisi Indonesia Kerja menguasai  suara parlemen dan berhasil memaksa elemen-elemen oposisi untuk merapat.

Dua kemenangan di atas ditutup dengan sukses ketiga yang jadi pemuncak.

Di kediamannya Jl. Teuku Umar, Megawati lewat politik nasi gorengnya  berhasil menjamu Prabowo Subianto, pimpinan tertinggi koalisi oposan sekaligus Ketua Dewan Pembina Gerindra merangkap runner up Pilpres 2019.

Strategi merangkul lawan merupakan langkah jitu untuk mengamankan pemerintahan pada periode kedua nanti.

Sebelum meraih hat trick  tersebut tahun ini, kemenangan mantan presiden ke-5 dalam pemilu selalu terasa seperti tidak lengkap.

Tahun 2014, PDIP menang pilpres dan pileg tetapi parlemen dikuasai kubu Gerindra cum suis.

Selain ikut mengantar Jokowi menuju RI 1 dua kali, Megawati sendiri pernah menjadi wakil presiden untuk Gus Dur dalam pemilu tahun 1999. PDIP meraih suara terbanyak dalam pesta demokrasi pasca reformasi. Dan ketika Gus Dur tumbang, sebagai wapres otomatis Mega naik menjadi presiden.

Alhasil semenjak orde baru PDIP menjadi satu-satunya partai pesaing Golkar yang berhasil mendudukkan 2 kadernya di kursi lembaga eksekutif tertinggi, Presiden Republik Indonesia. Penting untuk dicatat di sini adalah, kemenangan-kemenangan itu diperoleh lewat pemilu yang demokratis.

Tidak hanya sebagai pemenang, kepemimpinan  anak kandung dan anak ideologis Proklamator RI ini juga teruji saat partainya berada di luar lingkar kekuasaan. Megawati menjadi pengikat soliditas pendukungnya melewati masa-masa sulit yang cukup panjang.

Zaman orde baru saat Soeharto berkuasa, Megawati mendapat tekanan luar biasa hingga serangan fisik yang memaksanya 'keluar' dari PDI dan membentuk PDI Perjuangan. Peristiwa yang dikenal dengan 'kerusuhan dua puluh tujuh Juli' (disingkat kudatuli) adalah bukti kekhawatiran rezim orde baru terhadap pengaruh dan kekuatan politik Megawati.

Pasca reformasi, ketika tersingkir 2 periode masa pemerintahan SBY, PDIP teguh bertahan sebagai oposan. Mekanisme perkaderan terus berjalan hingga kemudian lahir figur-figur pemimpin seperti Jokowi, Risma, Jarot dan yang lainnya.

Selain kader partai dari luar lingkungan keluarga, klan Soekarno juga punya calon penerus yang siap diorbitkan. Puan Maharani salah satunya.
Meski  tidak terlalu menonjol perannya dalam kabinet Jokowi tetapi pengalaman dalam pemerintahan itu menjadi aset yang sangat berharga.  

Prestasi Mega dalam soal regenerasi kepartaian (baca: penguasaan) belum dapat ditandingi oleh pimpinan partai manapun.

Soeharto memang tak terkalahkan saat berkuasa,  mencengkeram Golkar hingga ke akar-akarnya. Tetapi, trah Cendana yang jadi penerusnya gagal bertahan dalam lingkaran  elit penentu kebijakan partai beringin.

Hanya mantan menantunya saja yang survive lewat jalan pembentukan partai baru, Prabowo dengan Gerindra-nya itu. Tutut, Titiek, dan Tommy Soeharto nasibnya kurang beruntung dalam jagat perpolitikan Indonesia.

Gus Dur yang notabene pendiri PKB juga kurang sukses dalam  mengelola dinamika internal partai. Kemudi organisasi partai yang dibentuknya beralih ke tangan Muhaimin Iskandar hingga kini.

Hanya Partai Demokrat yang relatif  kuat dipegang dinasti SBY.

Kesuksesan Soesilo Bambang Yudhoyono memimpin Indonesia dua periode beriringan dengan keberhasilannya mempertahankan kekuasaan  partai. Mandat  itu tampak jelas akan diwariskan ke tangan  putra sulungnya, AHY, kandidat terkuat penerus kepemimpinan dinasti Cikeas.

Akan tetapi Demokrat sekarang tidak seperti dulu lagi.

Kebangkitannya masih belum terlihat seperti apa formatnya setelah dua pemilu lalu berada di pihak yang kalah. Perolehan suara dalam pemilu kemarin juga sangat memprihatinkan, hanya cukup sekadar  lolos dari zona degradasi.

Beberapa hari lalu PDIP memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan kongres partai ke V di Bali, 8-10 Agustus 2019. Kongres yang seharusnya dihelat tahun 2020 itu berarti akan berlangsung sebelum pelantikan presiden terpilih bulan Oktober nanti.

Kepada Prabowo dalam pertemuan di Teuku Umar lalu Megawati sudah menyampaikan undangan untuk menghadiri kongres yang mengagendakan pemilihan ketua umum partai tersebut.  

Sepertinya akan ada keputusan penting yang akan dibuat pada perhelatan itu. Bisa jadi  berkaitan dengan regenerasi kepemimpinan partai seperti desas-desus yang beredar. Bagaimanapun kondisinya nanti pemimpin yang baik paham membaca isyarat kapan waktu yang tepat untuk berhenti.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun