Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kalah Tinggi, Ngobrol dengan Orang Asing Kita Harus Mendongak

26 Juli 2019   15:37 Diperbarui: 28 Juli 2019   02:31 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mobilitas global dewasa ini semakin meningkat akibat kemajuan pembangunan transportasi yang luar biasa. Peluang kita bepergian ke luar negeri bertambah dan akan lebih banyak warga asing yang akan bertamu. Sebagai wisatawan atau untuk keperluan lain.

Soal komunikasi, selain masalah bahasa yang perlu kita upgrade terus, ada sedikit ganjalan yang layak  kita  hiraukan meskipun mungkin tidak berhubungan langsung. Saat kita bercakap-cakap dengan orang asing, kepala kita tampaknya perlu sedikit mendongak ke atas. 

Bukan untuk menunjukkan pride atau keangkuhan, tetapi mengangkat dagu dalam makna sebenarnya. 

Rata-rata tinggi orang asing berada di atas rata-rata tinggi orang Indonesia pada umumnya. Saat ini bahkan dengan sesama bangsa Asia, termasuk di antara negara-negara ASEAN, Indonesia sudah tertinggal.

Tidak perlu membandingkan dengan bangsa Belanda yang sejak zaman VOC sudah terkenal jangkung menjulang itu. Dengan Jepang yang dahulu kita ledek sebagai bangsa kate (seperti terungkap  dalam ramalan Jayabaya)  penduduk negeri ini sudah terpaut jauh.

Rata-rata tinggi pria Jepang yaitu 170,82 cm, sedangkan untuk wanita yaitu 158,31 cm. Temuan Naho Morisaki  yang mengambil sampel penduduk kelahiran 1980 dan setelahnya itu menjadi perhatian serius di kalangan mereka sendiri. Penduduk yang lahir 1978-1979 ternyata memiliki rata-rata tinggi 171,4 cm untuk pria dan 158,5 untuk wanita. Ada trend penurunan 0,64 cm (pria) dan 0,21 cm (wanita).

Data rata-rata tinggi penduduk Jepang (japantimes.co.jp).
Data rata-rata tinggi penduduk Jepang (japantimes.co.jp).
Secara umum penduduk Jepang saat ini sebenarnya mengalami peningkatan rata-rata tinggi badan sekitar 15 cm dibandingkan dengan abad sebelumnya. Capaian tersebut dapat diraih berkat perbaikan nutrisi dan fasilitas kesehatan publik.

Bagaimana dengan negara kita?

Rata-rata tinggi penduduk Indonesia hanya 1,58 cm, ranking pertama dalam daftar 10 negara dengan penduduk terpendek di dunia yang dirilis telegraph.co.uk.  Untuk kawasan ASEAN di atas kita ada Filipina yaitu 1,619 cm; kemudian Vietnam 1,621 cm; Kamboja 1,625 cm; dan Sri Lanka 1,636 cm.

Singapura, Malaysia, dan Thailand berarti mereka lebih tinggi lagi.

Perbedaan tinggi badan 3 -4 cm secara psikologis mungkin bukan satu hal yang mengganggu bagi seseorang. Apalagi penduduk Indonesia yang punya kesempatan berinteraksi dengan warga negara ASEAN lain banyak juga yang sama atau bahkan lebih tinggi.

Tetapi, membicarakan data statistik berarti membahas suatu kecenderungan umum, bukan menyangkut perasaan individu. Arti dari rata-rata tersebut adalah; jika dibandingkan dengan tinggi warga negara lain, orang yang merasa lebih pendek jumlahnya akan lebih banyak daripada mereka yang merasa normal atau lebih tinggi.

Permasalahan ini jika kita tarik pada satu asumsi awal akan mengarah pada dugaan, ada sesuatu yang menyebabkan mengapa rata-rata tinggi orang Indonesia kalah dengan negara lain.

Berkaca pada pengalaman Jepang yang berhasil meningkatkan rata-rata tinggi badan mereka 15 cm berkat perbaikan nutrisi dan sarana kesehatan; maka, dari kedua hal itulah awal titik tolak kita melakukan introspeksi.

Setelah tiga perempat abad merdeka seharusnya persoalan kita bukan lagi masalah stunting atau gizi buruk yang masih ada belasan ribu jumlahnya di Jakarta. Tantangannya harus kita ganti: bagaimana meningkatkan penduduk Indonesia yang gizinya cukup menjadi baik atau sangat baik.

Tidak perlu berdebat masalah validitas apakah benar kita ini termasuk bangsa terpendek atau tidak. 

Mindset-nya bukan terletak pada daftar tadi tetapi terletak pada: apakah kita sudah punya data komprehensif yang dapat menjadi tolok ukur kemajuan dalam bidang kesehatan ataukah belum. Selanjutnya, bagaimana kita menggunakan data itu untuk memperbaiki layanan kesehatan dan perbaikan gizi penduduk terutama anak-anak.

Dengan modal gizi baik, banyak hal yang bisa kita dapatkan dari hanya sekadar peningkatan tinggi badan saja. Prestasi olahraga, kecerdasan (penunjang kemajuan teknologi), produktivitas, kreativitas, hingga angka harapan hidup.

Hal ini harus menjadi concern juga bagi pemerintah, para pemimpin dan pejabat terkait, agar  lebih sistematis dalam bekerja meng-administrasi kesejahteraan rakyat.

Mereka yang lalai layak di-demosi dan yang melanggar hukum harus dihukum berat. Lembaga-lembaga yang hanya jadi beban APBN atau APBD harus di-eliminasi atau merger saja. Anggarannya gunakan untuk memperbaiki gizi dan sarana kesehatan umum.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun