Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perdebatan Soal Pengaruh Yahudi dalam Nama-nama Hari di Indonesia

18 Juni 2019   08:02 Diperbarui: 18 Agustus 2021   09:34 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nama hari dalam bahasa Ibrani (pinterest.com).

Umat Islam di Indonesia jika tidak hati-hati atau malas menelaah, berpotensi terpedaya asumsi yang keliru.

Jemaah haji atau umrah yang pulang ke tanah air kerap kecele membawa oleh-oleh khas tanah suci. Sajadah, tasbih, cangkir, ketel air yang dikira buatan orang Arab ternyata made in China. Air zamzam juga tidak luput dari pemalsuan.

Yang menggelitik untuk dikritisi dari pemahaman kita sehari-hari adalah soal bahasa: nama-nama hari yang terdengar Islami rupanya tidak lepas dari unsur Yahudi.

Akhmad Sahal dalam cuitan balasan kepada Tengku Zulkarnaen menjelaskan bahwa 5 dari 7 nama hari kita berasal dari akar kata Hebrew, Yahudi.

Senin memang berasal dari bahasa arab Itsnain, tetapi akar katanya yaitu yom Shni (yom terdengar dekat dengan yaum = hari). Demikian juga Selasa, akarnya adalah Shlishi; Rabu dari kata Ravi'i;  Kamis berasal dari Khamishi; dan Sabtu asalnya adalah serapan dari Sabat.

Ahad (echad?) juga betul bahasa Arab, tetapi sebelum pra-Islam nama itu sudah ada.Yang betul-betul asli dari masa Islam cuma satu yaitu Jum'at.

Tengku Zulkarnaen dalam twit-nya yang ditujukan kepada mereka para "anti Arab dan anti Islam" mengatakan:

"Wahai Para Anti Arab dan Anti Islam. Apakah Kalian Tidak Berpikir bahwa Nama 7 Hari Dalam Hidupmu Itu Asal Arab Semua,"Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu...?" Mau Kalian Ganti Jadi, "Wereng, Virus, Lem Kambing, Tuak, Mabok, Utang, Bloon...! Gitu...? Maaf Kami Waras!"

Pendapat Tengku Zul @ustadtengkuzul tersebut kemudian diluruskan @sahal_AS seperti penjelasan di atas. Twit-twit sebelumnya juga beberapa kali mengundang kecaman karena fakta yang tidak akurat, misalnya soal impor ikan asin dan masalah RUU PKS.

Politik simbol atau identitas yang berkembang akhir-akhir ini memang efektif dalam menarik simpati massa secara instant. 

Hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan sejatinya perlu kajian dan penelusuran mendalam. Kebudayaan bersifat dinamis karena proses interaksi kultural manusia selama ribuan tahun meniscayakan kenyataan bahwa tidak ada entitas yang dapat berdiri sendiri tanpa pengaruh luar.

Sebelumnya ramai menjadi pembahasan online dan offline mengenai arsitektur Masjid Al Safar di Bandung karya Ridwan Kamil.

Masjid yang terinspirasi bentuk lipatan-lipatan kertas ala origami itu dicurigai Ahmad Baequni sebagai propaganda Illuminati karena ada unsur bentuk  segitiga-nya. Padahal arsitektur masjid yang lazim di Indonesia (dan dunia) itu, mihrab, kubah, dan menara, ternyata karena pengaruh kebudayaan non-Islam. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun