Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Di Bulan Ramadan, Mengapa Kalian Masih Saja Beringas?

11 Mei 2019   08:05 Diperbarui: 11 Mei 2019   08:07 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

People power yang digagas Amien Rais  dan dikatakan Eggi Sudjana hanya unjuk-unjuk rasa saja untuk memprotes hasil pemilu tidak sesuai dengan persepsi para pengidolanya di lapisan bawah.

Seorang dosen pascasarjana di Bandung  dan mengaku caleg dari PBB menebar pernyataan kebencian di facebook bahwa korban rakyat dalam aksi people power tak terelakkan. Yang mengerikan dalam pernyataan tersebut  adalah  bahwa 1 korban rakyat harus dibayar dengan nyawa 10 polisi! 

Dari apakah hati orang-orang itu dibuat, mereka yang membuat ujaran pemicu perpecahan masyarakat di grup-grup media sosial?

Dan ketika dosen penyebar permusuhan tersebut ditangkap polisi dengan entengnya dia minta maaf, berlagak iseng dan innocent seolah-olah tidak bermaksud membenturkan rakyat dengan polisi.

Pernyataan  yang disebar si dosen:

"HARGA NYAWA RAKYAT Jika People Power tidak dapat dielak: 1 orang rakyat ditembak oleh polisi harus dibayar dengan 10 orang polisi dibunuh mati menggunakan pisau dapur, golok, linggis, kapak, kunci roda mobil, siraman tiner cat berapi dan keluarga mereka."

Pembelaannya ketika ditangkap:

"Saya hanya mengatakan kalimat itu memang mungkin salah. Memang salah.
Tapi maksud saya jangan sampai ini terjadi. Demi Allah, kenapa, karena saya juga anak bangsa Indonesia dan saya guru, saya ayah, saya uwak dari keponakan saya, saya kakek dari cucu saya. Enggak mungkin saya membiarkan situasi dimana membenturkan nama polisi dengan rakyat dalam tanda kutip people power."

Orang tua ini dari omongannya kita tahu juga bahwa yang bersangkutan adalah seorang berpendidikan, guru bahkan; sudah tua, kakek yang sudah punya cucu. Tetapi tidak satu pun dari predikat sosial yang disandangnya  itu menjelaskan mengapa ia begitu tega menebar provokasi people power berbau kekerasan dan pembunuhan.

Berita lain dari Bandung yaitu hoaks kematian seorang petugas KPPS, Sita Fitriati, yang dikatakan karena gas VX, racun syaraf yang berbahaya.

Kabar yang juga disebar dalam akun facebook atas nama Dody Fajar itu langsung dibantah pihak keluarga Sita karena yang terjadi adalah korban mengidap penyakit tuberculosis. Beberapa fakta yang disebutkan juga salah: umur, nomor TPS, hingga foto korban yang tidak sesuai membuat pihak keluarga berang.

Duka dan penderitaan keluarga yang ditinggalkan almarhumah seolah-olah semakin tercabik-cabik oleh kabar hoaks yang mencatut namanya.

Belum diketahui siapakah Dody Fajar ini karena masih diburu polisi untuk dituntut tanggung jawabnya. Motifnya juga belum terungkap, apakah ia bermaksud memperkuat opini bahwa korban KPPS yang meninggal adalah suatu ketidakwajaran seperti yang diungkap dokter syaraf, Ani Hasibuan, kemarin lusa.

Selain kedua orang dalam dua kasus di atas, perlu dilacak juga siapa-siapa saja yang terkait dengan  ujaran kebencian dan hoaks itu; pengunggah pertama, dan penyebar lainnya.

Polanya dari dulu begitu-begitu terus; sejak isu logo PKI, pemerintah melegalkan zina, pelajaran agama akan dihapus dan lain sebagainya. Masalahnya, bukankah sekarang pemilu sudah usai dan tambahan lagi tidakkah ada rasa hormat mereka kepada umat Islam lain yang sedang menunaikan ibadah puasa?

Meskipun sekarang sedang berada di bulan suci Ramadan, tampaknya kemuliaan dan keagungan bulan yang diberkahi Allah ini tidak mampu menembus hati orang yang diliputi kebencian. Mereka yang hanya merasa kelompoknya pasti benar, pasti menang. Mereka lupa bahwa kemenangan dan kekalahan ada dalam kuasa takdir-Nya.

Atau, inikah bentuk jihad konstitusional yang dikatakan dahulu itu?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun