Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jokowi-Ma'ruf Juara, Petahana Menunda Pesta

19 April 2019   09:38 Diperbarui: 19 April 2019   10:40 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi pers Jokowi-Ma'ruf menanggapi proses hitung cepat 12 lembaga survei yang mencatatkan kemenangan perolehan suara dalam Pilpres 2019 (kompas.com).

Ada semacam  keprihatinan di balik pernyataan Jokowi ketika  mengomentari kemenangan  versi hitung cepat 12 lembaga survei. Selain menyatakan sikap akan menunggu hasil pengumuman KPU, kepada para pendukungnya Jokowi juga menghimbau untuk tidak larut dalam euforia kemenangan. Tidak juga selebrasi berlebihan.

Meskipun perolehan suara bertambah dari pilpres sebelumnya yaitu  dari 53,15% menjadi 54,43%; beberapa hal yang terjadi pascapemilu membuat petahana menahan diri.

Berbeda dengan Pemilu 2014 ketika partai pendukung ikut bersuka merayakan kemenangan, kali ini Jokowi harus berempati kepada kawan-kawan koalisinya.

Waktu itu, partai pengusung Jokowi-JK semuanya unggul dalam perolehan suara dibanding Pemilu sebelumnya tahun 2009. PDIP meraup 18,95% suara, meningkat 4,92%; PKB 9,04% suara, bertambah 4,1%; Hanura 5,26% suara, bertambah 1,49%; dan Nasdem sebagai partai baru langsung melejit dengan perolehan 6,72% suara.

Pada kesempatan pesta demokrasi tahun ini yang terjadi adalah sebaliknya, 5 dari 10 partai pengusung Jokowi-Ma'ruf terpuruk dengan catatan pertumbuhan negatif dalam rekapitulasi suara. Sementara itu, 2 dari 5 partai pendukung yang mencatat angka positif, gagal lolos ke Senayan sebagai partai debutan karena tidak memenuhi ambang batas parliamentary treshold sebesar 4%.

Hanya PDIP, PKB, dan Nasdem yang posisinya aman dan memperoleh hasil positif perolehan suara dengan penambahan masing-masing sebesar: 1,02%, 0,23%, dan 1,55%. Lima partai yang berkurang pemilihnya yaitu Golkar -2,86% suara, PPP -1,93% suara, Hanura -3,91% suara, PKPI -0,68% suara, dan PBB -0,71% suara. Hanura, PBB dan PKPI juga sekaligus gagal melewati ambang batas parlemen. Mereka bernasib sama dengan partai baru yaitu PSI dan Perindo yang hanya mendapat 2,07% dan 2,85% suara.

Di kubu oposisi sebenarnya terjadi juga pasang surut prestasi.

Partai yang mencatat pertumbuhan positif tertinggi adalah PKS dengan tambahan 1,83% suara, Gerindra 1,03% suara, Berkarya 2,12% suara, dan Garuda 0,53% suara. Walaupun Berkarya dan Garuda gagal lolos parliamentary treshold  karena posisi mereka sebagai partai baru. Sementara itu partai yang menurun suaranya adalah PAN dan Demokrat, masing-masing -0,97% dan  -2,16% suara.

Dari total kalkulasi plus minus masing-masing kubu, ada kurang lebih 2,33% suara yang beralih dari partai-partai pendukung Jokowi-Ma'ruf ke partai-partai pendukung Prabowo-Sandi.

Selain masalah penurunan suara yang didapat partai pendukung, Jokowi juga mengakui perolehan suara yang didapatnya berada di bawah  target  yang dibidik. Menilik tambahan partai pengusung yang berasal dari kubu oposisi, mestinya suara Jokowi naik banyak.

Dari tiga partai mantan oposisi yaitu  Golkar, PPP, dan PBB; diharapkan ada tambahan suara sekitar 10,47% yaitu jumlah suara  partai 22,74% dikurangi 12,27% yang merupakan angka dukungan dari kubu lawan dalam Pilpres 2014. Kenyataannya petahana hanya mencatat kenaikan tipis yaitu 1,28% saja.

Gagalnya migrasi suara konstituen tersebut  bisa terjadi karena elite partai yang kurang mengakar di grassroot, bisa juga karena partai sengaja bermain dua kaki. Erwin Aksa  dari Golkar memutuskan mendukung kembali  kubu penantang, efeknya Sulawesi Selatan lepas ke tangan Prabowo-Sandi. Perpecahan di PPP dan PBB juga tampaknya berpengaruh pada tidak maksimalnya migrasi suara dari kedua partai tersebut.

Yang paling tragis adalah Hanura, partai yang setia mendukung Jokowi sejak ikut pilpres itu terpaksa kehilangan nyaris 4% suaranya dan berakibat gagal lolos dari zona degradasi. Dinamika internal mengakibatkan konsolidasi tim kampanye mereka selama pemilu legislatif menjadi tidak efektif.

Barangkali itulah hal-hal yang membuat Jokowi-Ma'ruf menahan diri. Menjaga perasaan kawan seperjuangan, juga mencegah memanasnya situasi karena kubu lawan tampak masih perlu waktu untuk memahami kekalahan yang dialaminya.

Petahana terpaksa menunda pesta.

***

Catatan:

Angka-angka perhitungan berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas (sampel masuk 99,95%) dan arsip Pemilu 2009  dan 2014  di Wikipedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun