Pilpres 2019 tampaknya betul-betul laga rematch politik antar Jokowi dengan Prabowo. Efek cawapres tidak begitu kelihatan, malah yang terjadi di provinsi-provinsi basis masing-masing calon terjadi penguatan yang cukup signifikan.
Menyimak hasil  hitung cepat SMRC,  Saiful Mujani Research and Consulting, Jokowi berhasil mempertahankan keunggulan di Jakarta, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur kecuali Madura dan sebagian wilayah tapal kuda.
Untuk wilayah DKI Jakarta, Jokowi-Ma'ruf menang atas Prabowo-Sandi, namun terjadi penurunan 2,03% dibanding Pilpres 2014 yaitu dari 53,08% menjadi 51,05%. Sementara di 3 provinsi lain, Jokowi-Ma'ruf sukses menambah keunggulan dengan kenaikan yang sangat nyata, yaitu:
- Jawa Tengah: naik 10,83% dari 66,65% jadi 77,48%.
- DIY Â Â Â Â Â Â Â Â Â : naik 13,47% dari 55,81% jadi 69,28%.
- Jawa Timur  : naik 13,04% dari 53,17% jadi 66,21%.
Paslon Prabowo-Sandi demikian juga, basisnya di Banten dan Jawa Barat terbukti tidak bertambah kendor. Di kedua provinsi tersebut Prabowo kembali mengalahkan Jokowi dan mencatat kenaikan angka perolehan suara. Perbedaannya, kenaikan yang didapat capres 02 lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan 01.
- Banten      : naik 5,41% dari 57,10% jadi 62,51%.
- Jawa Barat   : naik 0,24% dari 59,78% jadi 60,02%.
Dari hasil tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Jokowi-Ma'ruf hanya berhasil mempertahankan dominasi di wilayah yang sudah dikuasai Jokowi dalam pilpres sebelumnya. Demikian juga dengan Prabowo.
Efek cawapres ternyata "gak ngaruh"
Strategi Jokowi meminang K. H. Ma'ruf, KMA, Â ternyata tidak sepenuhnya berhasil. Prediksi 01 akan unggul di Banten, Jawa Barat, dan Madura yang nota bene memiliki kaitan genealogi silsilah KMA ternyata tidak terjadi. Ketiga wilayah itu tetap kokoh dalam genggaman Prabowo.
Bantuan barisan tim sukses juga ternyata agak melempem. Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi di Jawa Barat dan La Nyala Mattalitti di Madura tidak begitu kelihatan menghasilkan dampak yang cukup terasa. Sebagai hadiah hiburan, mungkin bisa disebut berhasil dalam arti mencegah 01 menderita kekalahan yang lebih besar.
KMA sepertinya hanya berhasil memperkuat dukungan keluarga besar Nahdliyin di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bersama Ida Fauziyah di Jateng dan Khofifah Indar Parawansa di Jatim, KMA berhasil menjadi benteng dari efek negatif kasus OTT Romahurmuzy, Ketum PPP. Massa NU tetap solid mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Sandiaga Uno sami mawon.
Manuver cawapres 02Â yang menyambangi ribuan titik di Jawa Tengah tampaknya gagal setotal-totalnya. Kandang banteng yang menjadi basis kekuatan pendukung Jokowi tidak lepas secuilpun ke tangan kubu penantang, malahan penetrasi pengaruhnya semakin kuat dengan mencatat angka kenaikan dukungan di atas 10%.
Yang terjadi malah adanya catatan kenaikan dukungan di basis Prabowo semula, Banten dan Jabar. Efek negatif dari blunder-blunder seperti kasus Ratna Sarumpaet dan kemarahan warga NU atas puisi-puisi Fadli Zon dan Neno Warisman rupanya tidak terjadi di kedua provinsi ini. Dukungan tetap solid.
Jika fenomena polarisasi di Jawa ini memang benar, ada kemungkinan di luar Jawa pun, yang jumlah pemilihnya lebih sedikit, mengikuti pola yang sama.
Pertanyaannya, bagaimana dukungan kedua massa nanti pascapilpres?
Kita berharap semoga tidak terjadi hal-hal yang kontraproduktif dengan semangat untuk berkontribusi membangun Indonesia. Pesta demokrasi hampir selesai, tinggal kita berpikir bagaimana hajatan  24,7 triliun ini bisa menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang membawa Indonesia pada kesejahteraan yang lebih baik.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H