Tanri Abeng pernah angkat bicara soal superholding Badan Usaha Milik Negara yang ramai dibahas pascadebat pilpres sesi pamungkas Sabtu lalu. Superholding adalah struktur badan usaha yang menaungi holding-holding, sedangkan holding sendiri merupakan gabungan dari perusahaan-perusahaan (dalam hal ini BUMN) yang memiliki jenis usaha yang mirip atau sejenis.
Sang "manajer 1 milyar" mengatakan, gagasan Jokowi tentang pembentukan holding BUMN yang dikemukakan dalam debat sesi kelima sejatinya bukanlah sesuatu yang baru.Â
Menurutnya, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah merupakan langkah yang sudah tepat. Ide itu sendiri pernah digagas Tanri sejak era Soeharto dahulu; yaitu ketika ia menjabat Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara, 1998-1999.
Kita dapat menduga, gagasan pengusaha asal Makassar ini kandas karena Soeharto keburu jatuh. Pemerintahan selanjutnya juga tidak begitu concern dengan manfaat besar di balik penggabungan badan-badan usaha pemerintah tersebut, hingga kemudian ide brilian ini nyaris menguap begitu saja.
Beruntunglah Indonesia saat ini ketika seorang pengusaha mebel yang sederhana, yang menjadi  nakhoda negeri ini, mengangkat kembali ide membentuk holding perusahaan-perusahaan  pelat merah.
Jokowi dalam paparannya saat debat mengatakan, ke depan Indonesia akan memiliki holding-holding perusahaan; mulai dari perusahaan bidang konstruksi, bidang pertanian dan  perkebunan, migas, dan lain-lainnya. Selanjutnya, di atasnya lagi dibentuk superholding yang membawahi holding-holding hasil penggabungan BUMN-BUMN yang sejenis tersebut.
Menurut capres 01, dengan membentuk holding BUMN maka sudah tiba saatnya perusahaan negara bertarung di kancah bisnis global dan jangan hanya jadi jago kandang saja. Dengan penggabungan BUMN-BUMN dalam satu wadah maka kekuatan sumber daya pun bertambah; sehingga  semakin mudah pula langkah untuk menembus pasar global, membentuk networking, atau mendapatkan modal. Â
Saat ini, BUMN yang sudah berhasil keluar dari belenggu kejumudan itu adalah perusahaan konstruksi dan kereta api yang sukses merambah pasar mancanegara.Â
Perusahaan konstruksi saat ini sudah mulai mengerjakan proyek-proyek infrastruktur di Timur Tengah, sedangkan INKA sudah mengekspor kereta api ke Bangladesh dalam jumlah besar.
Jika superholding BUMN Â berhasil membuka pasar luar negeri maka swasta akan mengikuti, dan di belakangnya akan terangkat pula usaha-usaha yang lebih kecil milik rakyat.Â