Pada level implementasi, pemerintah yang punya wewenang untuk memberi perintahlah yang harus mampu  mengatur unsur manusianya! Pemerintah yang harus memimpin dan memaksa warga dengan kewenangan yang dimilikinya agar beradaptasi dengan perilaku air. Toh kita juga membutuhkan air, tanpanya tidak ada kehidupan di muka bumi ini.
Satu yang penting lagi adalah faktor kecepatan dalam penanganan.
Tidak bijak membuat tanggul di musim penghujan karena maknanya kita sudah telat satu langkah di belakang air. Tidak akan terkejar. Bukankah Tuhan sudah memberi tempat kita dalam iklim tropis dengan 2 musim; kemarau dan penghujan.Â
Selama kemarau yang durasinya seimbang dengan musim basah kita dapat berjaga dan memeriksa: apa yang perlu kita persiapkan di musim penghujan berikutnya?
Kembali ke tanggul Jatipadang yang sudah jebol 6 kali.
Dalam peristiwa tanggul bobol yang terakhir Pemprov DKI berpendapat penyebabnya adalah volume air yang masuk ke Kali Pulo di Jatipadang yang porsinya terlalu jumbo. Untuk mengatasinya, Kali Pulo tidak perlu dilebarkan karena penyelesaian masalahnya bukan di situ.Â
Solusi yang ampuh ada di provinsi sebelah yaitu Jawa Barat, tepatnya di Setu Babakan, Depok. Agar volume air  dari hulu  yang masuk takarannya pas, aliran harus masuk dulu ke Setu Babakan yang daya tampungnya masih lega.
Kita berdoa bersama mudah-mudahan respon Pemprov DKI tepat. Seandainya jebol lagi ya tidak apa-apa, toh itu bagian dari pembelajaran kita dalam memahami gerak dan gerik air.Â
Pada waktunya nanti teknologi perairan kita akan setara dengan Belanda, negeri yang berhasil  beradaptasi dengan  tabiat air dan hidup di daratan yang ketinggiannya berada di bawah permukaan laut.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H