Luthfi Hasan Ishaaq dan suap impor daging sapi
Ketua Umum PKS periode 2010-2015, Luthfi Hasan Ishaaq, terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai petinggi partai setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, 31 Januari 2013.
Kariernya di DPR lumayan panjang, periode 2004-2009 kemudian berlanjut 2009-2014. Di DPR, LHI, demikian inisial namanya, berada di komisi yang mengurus masalah pertahanan dan keamanan.
Peran mantan Presiden PKS dalam kasus tersebut adalah menggunakan pengaruhnya di Kementerian Pertanian untuk menggolkan izin impor daging sapi oleh PT Indoguna. LHI dijanjikan uang Rp 40 miliar, sementara uang yang disita KPK sebesar Rp 1 miliar.
Hukuman yang diterima LHI adalah yang paling berat di antara vonis empat ketum parpol lain. LHI memperoleh tambahan hukuman menjadi 18 tahun penjara setelah kasasinya ditolak MAÂ 15 September 2014, juga di tangan Artidjo Alkostar dan rekan.
Sebelum MA menolak kasasi, hukuman LHIÂ tetap saja masih cukup berat yaitu selama 16 tahun penjara.
Evaluasi pendanaan parpol
Berkaca dari kasus-kasus di atas, termasuk juga kasus kepala daerah dan kader parpol di DPR/ DPRD yang tertangkap KPK, semestinya membuat kita berpikir ulang tentang bagaimana sistem pembiayaan operasional parpol dan kader-kadernya.
Sistem atau mekanisme politik biaya tinggi yang diduga menyebabkan massifnya korupsi di Indonesia harus diubah. Sistem politik kita seharusnya lebih efisien secara ekonomi tetapi efektif menyaring kandidat yang berkualitas dan berintegritas.
Transparansi pendanaan internal adalah kunci untuk mengawasi bagaimana tata kelola keuangan parpol. Namun mekanisme ke arah itu tidak mudah karena butuh regulasi sebagai payung hukum untuk mengatur pelaksanaannya. Sementara di sisi lain, pembentukan regulasi dilakukan oleh orang-orang parpol itu sendiri di lembaga legislatif. Â