Di tangan SBY, Demokrat bermain relatif lurus. Gejala kader Demokrat yang bermain setengah hati sedapat mungkin ditutupi.
Pada acara Pidato Kebangsaan oleh Prabowo di JCC 14 Januari, SBY masih menyempatkan diri untuk hadir. Sebelum acara tersebut SBY bahkan jalan beriringan dengan Prabowo untuk kemudian ditinggal karena Prabowo malah asyik sendiri menyambut seorang  bule menuju VIP.
Entah pria asing itu dari kedubes (?) atau juga diduga konsultan politiknya, hanya Prabowo dan lingkaran dalam yang tahu.
Ketika Debat Capres dan Cawapres pertama berlangsung tanggal 17 Januari 2019, SBY ternyata tidak hadir.Â
Absennya SBY tersebut bisa jadi merupakan bentuk akumulasi kekecewaan yang memuncak.Â
Gerak Demokrat yang menjauh dari barisan oposisi semakin kentara setelah SBY menyerahkan tongkat komando Demokrat kepada AHY akhir Februari lalu.Â
SBY beralasan bahwa dirinya ingin lebih  berkonsentrasi untuk penyembuhan istrinya, Ani Yudhoyono, yang sakit kanker sehingga urusan-urusan kepartaian diserahkan kepada AHY sebagai Komandan Kogasma.
Demokrat selanjutnya tampak bermain lebih realistis dan berani. Irama permainan harus berubah kalau tidak mau digilas ambang batas parliamentary treshold yang 4% itu.
Indikasi kader Demokrat yang bermain di dua kaki kemudian 'dilegalkan' dengan pernyataan politik komandan baru bahwa Demokrat sekarang menerapkan "politik rel ganda"Â Â pada Pilpres dan Pileg 2019. Target perolehan suara pun diturunkan dari 15% menjadi 10%.
AHY (08/03/2019, detik.com) :
"Kami harus menyadarkan masyarakat bahwa untuk menjadikan Pak Prabowo atau Pak Jokowi sebagai Presiden tak harus hanya memilih Gerindra atau PDIP, tapi juga Demokrat".