Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Selamat Pak Robertus Robet, Misi Anda Berhasil!"

7 Maret 2019   22:31 Diperbarui: 8 Maret 2019   02:53 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Kamisan (kompas.com).

Secara asal-asalan  Hidayat Nur Wahid  membandingkan kasus penangkapan  Robertus Robet  dengan kasusnya Ahmad Dhani, ADP. Mirip katanya.

Apanya yang mirip? Jelas berbeda dong, substansinya juga tidak sama.

Kasus ADP berada dalam konteks pilkada dan pilpres di mana terindikasi didalamnya politik identitas yang berpotensi memecah belah integritas bangsa.

Narasi penistaan agama yang menyangkut Ahok secara terus menerus dipanjang-panjangkan dan dibesar-besarkan. Padahal Ahok sudah menunaikan kewajiban hukumnya, menghadiri setiap sidang tanpa kabur ke mana-mana; membela diri secara legal tidak main massa; dan, ketika vonis jatuh ia menjalaninya tanpa minta belas kasihan keringanan.

Justru yang perlu kita soroti adalah adanya upaya persekusi lanjutan terhadap Ahok dengan adanya berbagai komentar dan ujaran antipati dari pihak-pihak tertentu.

Kembali ke kasus Robet.

Orasi Robet tampak hanya sebuah pancingan saja. Ia sengaja minta perhatian pemerintah atas kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih berada dalam peti es dan belum selesai hingga kini.

Caper istilahnya, cari perhatian, tetapi dalam konteks yang positif.

Robet ditangkap setelah orasi dalam  Aksi Kamisan  di depan Istana Merdeka, dengan embel-embel gimmick  nyanyian yang menyinggung ABRI.

Bukankah ABRI yang dimaksud adalah ABRI yang masih dwifungsi karena nyanyian itu memang populer di tahun 1998? ABRI yang dulu sekarang sudah berubah menjadi TNI dengan semangat dan jiwa yang baru.

Aksi Kamisan atau Aksi Payung Hitam sendiri sudah berlangsung 12 tahun, sejak 18 Januari 2007, bertujuan mengingatkan negara atas tanggung jawabnya menyelesaikan banyak kasus HAM berat yang berlarut-larut tanpa titik terang.

Tragedi Semanggi,  penembakan mahasiswa Trisakti, kerusuhan medio Mei 1998, kasus Tanjung Priok, dan sekian  kasus lainnya yang memakan banyak korban jiwa.

Belum lagi kasus-kasus 'kecil' seperti pembunuhan aktivis buruh Marsinah, aktivis Munir, wartawan Udin, vonis terhadap Antasari Azhar, hingga serangan air keras yang nyaris membutakan mata pegawai KPK, Novel Baswedan.

Kemana dan di mana negara berada?

Rezim Jokowi digadang-gadang dapat mengurai satu per satu benang kusut masalah HAM di masa lalu. Mungkin tidak semua tetapi setidaknya ada usaha dan kerja nyata untuk memberikan keadilan kepada mereka yang terampas hak-haknya.

Saat ini Jokowi berada di masa-masa akhir pemerintahannya di periode pertama sementara kejelasan penyelesaian kasus HAM belum ada. Apakah mau menunggu periode kedua?

Berharap pada kepemimpinan Prabowo untuk masalah HAM sepertinya menjadi hal yang lebih mustahil mengingat rekam jejak di masa lalu dan relasinya dengan rezim Orde Baru di bawah Soeharto, mertuanya sendiri.

Lalu bagaimana masa depan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia?

Itu yang ingin diingatkan Robertus Robet. Kasus ADP tidak berada dalam kelas ini. Beda jauh.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun