Walaupun sudah tidak muda lagi, Pakde Karto masih tegap dan sehat.
Jarang sakit, paling-paling penyakitnya cuma meriang masuk angin sehabis menjala ikan di waduk atau sungai. Â Hobi mencari ikan itulah yang digeluti Karto Djojo, begitu nama lengkapnya, sejak masih belia. Demi menuntaskan rasa ingin tahunya tentang kehidupan hewan air itu kadang-kadang tak segan ia berkelana ke daerah-daerah lain di pedalaman hingga 2 atau 3 hari lamanya.
Diman yang senang kalau pakde ke luar mencari ikan, karena pasti dibawa ikut. Semenjak berhenti pensiun, Pakde Karto punya lebih banyak waktu untuk dihabiskan sesuka hatinya.
Sudah tidak terhitung berapa kali Diman diajak pergi, bahkan pernah juga hingga ke Sulawesi dan Papua. Dari Pakde Karto pula Diman jadi tahu nama berbagai jenis ikan yang aneh-aneh bentuknya, karena Pakde Karto memang senang berbagi ilmu perihal seluk beluk ikan bersama siapa saja.
Pakde Karto tidak suka memancing. Menurutnya cara itu kurang berperikehewanan dan ada unsur tipu menipunya. Membodohi ikan dengan pura-pura ngasih makan, padahal di baliknya tersembunyi kail yang menyakitkan.
Ikan yang ditangkap Pakde Karto kebanyakan dibagikan kepada tetangga atau anak-anak di desanya yang berada di lereng Merapi. Menurut Pakde Karto, terutama buat anak-anak, ikan harus diberikan sesering mungkin karena proteinnya baik untuk mereka. Biar gak bodho diapusi londo katanya.
Selain untuk dibagikan, ikan yang ditangkap Pakde Karto ada juga yang dipelihara.
Di belakang rumah Pakde Karto yang luas terdapat beberapa empang ikan yang airnya berasal dari sebatang sungai berair jernih.
Ikan-ikan yang berasal dari sungai dipelihara dalam kolam yang berarus cukup deras dan berbatu-batu sehingga mereka kerasan seperti tinggal di rumahnya sendiri. Sedangkan ikan danau ditempatkan di kolam yang airnya tenang.
Selain ikan yang dipelihara untuk dimakan, Pakde Karto juga menangkarkan jenis-jenis ikan tertentu di kolam khusus yang diawasi langsung oleh dirinya.
Kolam itu berisi macam-macam ikan yang sudah jarang ditemui di sungai atau danau-danau di habitat aslinya. Ada joko ripuh, beureum panon, lais, papuyu, ridi angus, berot, toman, tambakang dan puluhan jenis lainnya. Koleksinya yang terawat dengan baik sudah diakui dan menjadi rujukan beberapa perguruan tinggi.
Mbah Poer yang paham kalau ikan-ikan Pakde Karto itu memang satwa yang tidak umum, karena sama seperti Pakde Karto, Mbah Poer adalah "pakar" ikan di kampungnya tersebut. Malah menurut Diman, Mbah Poer yang masih terhitung kerabat inilah yang menyebabkan Pakde Karto ketularan hobi menyusuri pelosok-pelosok sungai hingga jauh ke hulunya.
Setiap Pakde Karto menemukan ikan baru, Mbah Poer yang terkaget-kaget gembira karena ikan dari masa kecilnya yang sudah dikira punah ternyata masih ada. Kegembiraan Mbah Poer bisa berlangsung berhari-hari lamanya, bolak-balik ke kolam bersama Pakde Karto mengamat-amati si ikan hilang seperti sanak kadangnya sendiri.
Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang lain ada yang menangani sendiri sehingga Diman merasa kerja bersama Pakde Karto sudah menjadi passion-nya. Begitu ia meniru kata-kata Mas Wira, putra sulung Pakde Karto yang punya perusahaan di Jakarta.
Karena koleksi ikan yang unik ini rumah Pakde Karto kerap kedatangan tamu, kebanyakan anak mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir  atau petani ikan yang ingin mengadukan masalah yang dihadapinya. Kadang-kadang ada pula tamu dari dinas perikanan atau peneliti dari luar negeri.
Kalau tamunya mahasiswa atau petani ikan, cukup sering Diman membantu mendampingi dan melayani pertanyaan mereka satu satu dengan jawaban yang memuaskan. Pakde Karto memang ingin Diman menguasai ilmu ikan seperti yang dimilikinya dan cara terbaik adalah dengan sering mengajarkannya kepada orang lain.
Kalau untuk membantu orang-orang dinas atau terutama tamu asing, Diman jarang dilibatkan oleh Pakde Karto.
Bukan tidak mampu dari segi ilmu, tetapi lebih karena Diman tidak bisa berbahasa asing. Pakde Karto juga tidak mengajari untuk hal ini karena sudah kasip. Salah sendiri Diman dahulu tidak mau sekolah padahal Pakde Karto sudah menyediakan biaya dan menganggap seperti anaknya sendiri.
Dahulu, setelah lulus sekolah dasar, Diman nakal yang seumuran Mas Wira ogah sekolah. Mogok. Sementara Mas Wira tekun menuntut ilmu bahkan hingga ke luar negeri.
Jika ada tamu dari manca negara, Diman seperti kebagian tugas dadakan yaitu menjadi "juru bicara" bagi warga kampung yang bertanya. Â Lewat lidah Diman mereka tahu dari mana tamu itu datang karena mereka tidak paham bahasanya sehingga segan bertanya sendiri.
Tamu Pakde Karto dari luar ada yang dari Jepang, dari Thailand, Belanda, Australia, Amerika, China, hingga tamu-tamu yang berkulit hitam legam dan tinggi-tinggi perawakannya. Untuk yang disebut terakhir Diman cukup bilang "asal Afrika" saja tanpa embel-embel  nama negaranya apa. Diman tidak tahu dan seandainya tahu pun warga kampung tetap tidak paham. Dipikirnya Afrika itu cuma satu negara saja.
Seperti yang terjadi tiga hari lalu, Pakde Karto kedatangan tamu tiga orang bule.
Berbeda dengan tamu asing yang lain kali ini sang tamu ditemani  Mas Wira, langsung dari Jakarta.
"Iki kanca kuliahku mbiyen Man, asale saka Afrika.." kata Mas Wira menjelaskan salah satu dari mereka.
Diman bingung karena katanya teman kuliah Mas Wira itu orang Afrika tapi  kok ngga ada mirip-miripnya dengan orang sana?
Urusannya juga beda dengan tamu Pakde Karto yang biasa datang. Tak sekali pun barang sejenak sang tamu menjulurkan batang lehernya ke empang yang menjadi wilayah kekuasaan Diman. Sehingga selama kunjungan singkat --hanya setengah hari-- teman Mas Wira itu ngendon di rumah saja.
Bisik-bisik dari Mas Wira, teman dolan-nya dulu, Diman mendapat informasi berharga untuk disampaikan kepada tetangga sekitar rumah yang pasti penasaran. Bersama Mas Wira sang tamu katanya ingin bekerja sama bisnis. Karena butuh modal yang cukup besar akhirnya mereka berdua sowan ke Pakde Karto, ayah Mas Wira, untuk mendapatkan tambahan modal.
"Lha.. bule kok cekak? pikir Diman pendek.
Menjelang isya, para tamu beserta Mas Wira dan Pakde Karto kemudian bertolak ke Jakarta. Tidak biasanya pula Pakde Karto lantas ikut pergi bersama tamu yang datang.
...
Pagi yang hangat ini Diman menikmati kopi jahe dan jajanan pasar di halaman rumahnya di tepi  kolam besar belakang rumah Pakde Karto.
Koran lokal hari itu baru saja diambilkan Sugeng Urip, anaknya semata wayang, dari gerbang depan rumah Pakde Karto. Berhubung Pakde Karto masih di Jakarta, koran itu singgah dulu ke tangannya.
Setelah mentok 4 lajur kosong TTS yang gagal diselesaikannya, barulah Diman beranjak ke halaman depan koran. Kaget bukan kepalang Diman melihat foto di bawah judul berita:
"Bekerja Sama dengan Mitra Lokal dalam Bisnis Kereta Cepat, Elon Musk Mendapat Modal Tambahan Rp 5,9 T".
Di bagian bawah judul itu ada foto Mas Wira yang sedang berjabat tangan dengan tamu yang datang tempo hari kemarin. Ada beberapa lainnya yang tampak seperti pejabat tertangkap kamera di bagian kiri dan kanan, di antaranya adalah Pakde Karto.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H