Rangkaian gempa Lombok yang terjadi beruntun sejak 29 Juli 2018 merupakan salah satu bencana alam terbesar setelah tsunami di Aceh tahun 2006.Â
Tercatat ada 555 orang korban jiwa dan ribuan penduduk lainnya mengalami luka. Mereka pada umumnya tertimpa bangunan tidak tahan gempa sehingga tidak memenuhi standar keselamatan. Mereka yang selamat, mendekati angka 400.ooo orang, Â tinggal di pengungsian untuk menghindari ratusan gempa susulan.Â
Kerusakan material akibat  gempa dengan kekuatan terbesar 7 skala richter tersebut juga sangat besar.
Kurang lebih 80.528 rumah rusak berat dan ringan, serta ratusan bangunan pemerintah dan sekolah ikut porak poranda. Perkiraan nilai total kerugian sudah mencapai 7,45 triliun rupiah, sehingga pemerintah pun harus menyediakan anggaran perbaikan cukup besar. Saat ini anggaran yang dialokasikan sebesar 4 triliun rupiah.
Prioritas utama pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah program pembangunan rumah warga. Saat ini target terdata sekitar 11.000 rumah yang pelaksanaannya  akan dimulai 1 September 2018 nanti.
Untuk merealisasikan program tersebut, pemerintah mengagendakan pembangunan Rumah Instant Sederhana dan Sehat yang disingkat RISHA. Rumah ini diklaim Kementerian PUPR sebagai model rumah yang tahan gempa hingga 8 skala richter, jadi siap untuk selamat mengantisipasi bencana yang sama pada masa mendatang.
Keunggulan rumah model RISHA
RISHA merupakan produk teknologi konstruksi dengan konsep knock-down hasil penelitian Puslitbang Permukiman sejak tahun 2004.
Konsep ini dikembangkan berdasarkan kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana terutama gempa bumi.Â
Selain itu faktor demografi, dan ekonomi juga turut dipertimbangkan yaitu banyaknya penduduk miskin yang belum mampu memenuhi salah satu kebutuhan primer yaitu papan (rumah).
Sasaran utama penerapan model rumah ini adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan perumahan pengungsi pasca bencana.
Model rumah ini pembuatannya memakai sistem pre-pabrikasi  yaitu, komponen-komponennya dicetak terlebih dahulu sebelum kemudian dirakit seperti mainan lego. Dengan menggunakan konsep inilah kata instan melekat pada RISHA.
Namun demikian bukan berarti rumah tersebut tidak berkualitas. Ada standar  tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap komponen penyusunnya, sehingga hasil akhirnya memenuhi SNI, Standar Nasional Indonesia.
Cepat
Pembangunan (perakitan) rumah model RISHA tipe rumah inti tumbuh, hanya memerlukan waktu 9 jam dengan jumlah tenaga kerja cukup  3 orang saja. Proses pembuatan komponen dan perakitannya terpisah, tetapi masing-masing memerlukan waktu yang jauh lebih singkat dibanding metode konvensional.
Murah
Biaya satu unit RISHA tipe 36 hanya memerlukan anggaran Rp 50 juta, bahkan konsep RISHA Indocement bisa cukup 35 juta saja.
Ramah lingkungan
Hasil penelitian Puslitbang Permukiman menunjukkan konsumsi kayu pada rumah model RISHA angkanya paling rendah dibandingkan dengan model lain. Sehingga, pembangunannya dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan penduduk, tidak akan terlalu membebani hutan alam.Â
Perbandingannya untuk berbagai tipe rumah: RISHA mengkonsumsi 1,62 meter kubik kayu, sedangkan rumah tembok sebanyak 3,13, dan rumah setengah tembok 3,56.
Tahan gempa, kuat
Dalam uji coba laboratorium dan uji lapangan, RISHA Â menunjukkan keandalan untuk menahan beban gempa hingga daerah zonasi 6, yaitu wilayah beresiko gempa paling tinggi di Indonesia. Selain itu penggunaan bahan beton bertulang menjadikannya tahan terhadap terpaan angin, panas, dan hujan.
Movable/knock down
RISHA memerlukan komponen yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu: komponen struktural, komponen pengisi, dan komponen utilitas. Dengan menggunakan konsep knock-down semua komponen bisa dibongkar pasang sesuai keperluan.
Ringan
Setiap modul atau komponen dalam pembuatan RISHA berat maksimalnya nya hanya 50 kg saja.
Modifikasi estetis
Walaupun menganut konsep knock-down, RISHA juga dapat dimodifikasi atau mengadopsi  potensi lokal misalnya ciri khas rumah adat daerah. Fleksibilitasnya terletak pada kemungkinan untuk menjadi rumah tumbuh, baik vertikal (2 lantai) maupun horizontal.  Selain itu  memungkinkan pula untuk membuat bangunan yang lebih besar,  misalnya kantor,  klinik, sekolah, atau pasar.
Dengan sederet keunggulan dan fitur yang dimiliki, RISHA cocok untuk diterapkan sebagai bagian budaya sadar bencana di Indonesia yang berada di kawasan yang dikenal sebagai cincin api. Â Di wilayahIndonesia terdapat 127 gunung berapi aktif, dan sekaligus juga merupakan pertemuan 3 lempeng bumi yang saling bergerak satu sama lain yaitu: lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.
Selain ancaman bencana, masalah besar yang dihadapi pemerintah adalah adanya backlog --kekurangan yang harus terpenuhi-- perumahan.Â
Jumlah rumah yang harus tersedia  bagi warga saat ini cukup besar yaitu sekitar 11,3 juta unit rumah (data lain menyebutkan pada 2015 jumlahnya 7,6 juta). Untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah,  ditinjau dari segi ekonomi, RISHA juga harganya cukup terjangkau.
Riset dan inovasi harus terus berjalan, baik di hulu maupun di hilir dengan melibatkan kolaborasi kementerian terkait, perguruan tinggi, UKM, dan lembaga pembiayaan.
Penelitian di hulu berkaitan dengan bahan dan teknik pembuatan komponen. Pada tataran ini peneliti diharapkan menciptakan komponen bangunan yang lebih kuat, lebih murah, tetapi tetap ramah lingkungan. Juga kemungkinan untuk melakukan proses up-grading terhadap bangunan yang sudah ada, dari kondisi belum tahan gempa menjadi tahan gempa.
Sedangkan di hilir yaitu berkaitan dengan penerapannya di lapangan, melibatkan konsumen pengguna dan lembaga keuangan. Skema-skema terobosan yang meringankan harus tersedia agar semakin banyak penduduk pra sejahtera dapat memulai untuk membeli atau membangun rumah secara mandiri
Semoga RISHA dapat mewujudkan asa sebagian dari kita yang ingin memiliki rumah tinggal yang aman dan layak huni.
***
#TangguhAward2018  |  #BudayaSadarBencana  |  #SiapUntukSelamat
Referensi pendukung:
Buku Modul RISHA (Kementerian PUPR, 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H